REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokwoi) untuk menghormati hukum terkait reklamasi Teluk Jakarta. Hal ini, menurut Walhi, dikarenakan Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah memutuskan bahwa proyek reklamasi Teluk Jakarta (Pulau G) ditunda sampai berkekuatan hukum tetap.
Dengan pertimbangan antara lain banyaknya perundang-undangan yang dilanggar, dan bahkan Majelis Hakim berpandangan bahwa reklamasi menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan berdampak kerugian bagi para nelayan sebagai penggugat.
"Pernyataan Pemerintah Pusat yang dalam hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan bahwa pemerintah akan melanjutkan proyek reklamasi Teluk Jakarta, khususnya reklamasi pulau G, menunjukkan bahwa Pemerintah Pusat justru tidak mentaati hukum dan perundang-undangan," Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati dalam siaran pers tertulis di Jakarta, Jumat (16/9).
Walhi menyebut pemerintah pusat telah gagal memahami bahwa hak atas lingkungan hidup yang baik adalah hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara sebagaimana yang terdapat dalam konstitusi.
"Apa yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sesungguhnya merupakan tamparan keras bagi Presiden Jokowi. Karena di berbagai kesempatan, Presiden Jokowi berkomitmen untuk menegakkan hukum, namun justru pemerintah sendiri yang bukan hanya tidak mentaati hukum, tapi juga menodai supremasi hukum, dengan melawan perintah pengadilan secara terbuka. Untuk itu, Walhi ingatkan Presiden untuk menghormati hukum," tutur Nur Hidayati.
Dia mengatakan apa yang dilakukan oleh Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan akan menjadi preseden hukum yang buruk dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Menurutnya, Luhut sedang memperlihatkan dan mempraktikkan model pembangunan yang dilakukan serampangan, bahkan dengan melabrak Konstitusi, Perundang-Undangan dan supremasi hukum.