REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo menilai belum waktunya pihaknya selaku Gubernur turun tangan menangani kisruh akibat konflik antara pihak Kerajaan Gowa dengan Pemkab Gowa.
"Belum waktunya Gubernur harus campur tangan hal-hal seperti itu (kisruh Gowa)," kata Syahrul yang ditemui di Makassar, Senin (12/9).
Menurut Syahrul, konflik tersebut masih dalam penanganan pemerintah Kabupaten Gowa. Ia juga menilai konflik tersebut jangan terlalu dibesar-besarkan. "Jangan terlalu dibesar-besarkan, saya kira saya masih lihat posisi masalah itu masih dalam kendali pemerintah daerah," ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa dalam konflik tersebut yang berperan dalam menjaga keamanan dan situasi yang kondusif adalah pihak Kepolisian dibantu dengan TNI. Sebelumnya, terjadi bentrokan antara kubu Kerajaan Gowa dan Satpol PP Kabupaten Gowa pada Minggu (11/9) yang mengakibatkan dua orang terluka.
Bentrokan antara kedua kubu kembali pecah saat prosesi "Accera Kalompoang" atau pencucian benda pusaka Kerajaan Gowa di Istana Balla Lompoa (rumah besar) jalan KH Wahid Hasyim, Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Senin.
Perwakilan Kerajaan dari Dewan Adat Kerajaan Gowa, Andi Rivai menyesalkan adanya bentuk perampasan hak kerajaan yang dikemas dalam bentuk Peraturan Daerah LAD sehingga hak dan kewajiban kerajaan terkesan di kebiri pemerintah setempat. Bentrokan terjadi selama dua hari itu, kata dia, adalah bentuk kekecewaan.
"Sejak awal kami menolak pembentukan Perda itu, sehingga ini hasilnya. Seharusnya yang punya kewenangan atas prosesi itu kami bukan mereka, tetapi kami terus yang disalahkan, kami pun tidak pernah dilibatkan, padahal itu hak kerajaan bukan hak pemerintah daerah. Katanya melindungi adat tapi memunculkan konflik," tegasnya.
Sebelumnya, Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo yang juga merupakan keponakan Gubernur Sulsel telah dilantik menjadi Ketua LAD Kabupaten Gowa dengan julukan "Somba Ri Gowa" atau penguasa di Kabupaten Gowa pada Kamis (8/9) oleh DPRD setempat.
Sebagai ketua dalam Perda yang diatur itu, Adnan bertindak tidak hanya sebagai pemimpin pemerintah tetapi juga adat. Adnan dalam keterangan tertulisnya menyampaikan bahwa Raja Gowa terakhir, Andi Idjo Mattawang Karaeng Lalolang, mengakui telah meleburkan kerajaannya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, kemudian diangkat menjadi Bupati Gowa pertama pada tahun 1946.
Dengan itu kemudian dirinya menyatakan sebagai raja terakhir di Gowa dan ini menjadi versi Pemerintah Daerah Kabupaten Gowa menerbitkan Perda LAD karena ada dasar lain sebagai pegangan.
"Tidak ada lagi Raja Gowa setelah Andi Idjo Karaeng Lalolang, karena sudah berganti nama menjadi bupati. Ini berarti siapapun Bupati di Gowa adalah sama dengan Raja di Gowa di zaman kerajaan. Makanya Perda LAD ini mengatur bahwa bupati sebagai Ketua LAD menjalankan fungsi Sombayya (fungsi raja)," sebut dia dalam tulisannya.