Rabu 07 Sep 2016 12:58 WIB

Sempat Diadang Petugas RAPP Saat Sidak, Kepala BRG: RAPP Tidak Kooperatif

Red: M.Iqbal
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Menteri LHK Siti Nurbaya (kiri) serta Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead (kanan) mengumumkan pembentukan Badan Restorasi Gambut untuk mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Menteri LHK Siti Nurbaya (kiri) serta Kepala Badan Restorasi Gambut Nazir Foead (kanan) mengumumkan pembentukan Badan Restorasi Gambut untuk mengatasi masalah kebakaran hutan dan lahan di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu

REPUBLIKA.CO.ID,PEKANBARU -- Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG), Nazir Foead, menyatakan bahwa pemerintah serius untuk melindungi ekosistem gambut. Dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan BRG di Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, Kepala BRG menemukan kegiatan pembukaan gambut oleh salah satu anak perusahaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP)/APRIL.

Kunjungan BRG ini dilakukan untuk merespons pengaduan warga desa Bagan Melibur terkait pembangunan sejumlah kanal dan pembukaan gambut oleh perusahaan tersebut. Laporan diterima BRG pada 10 Juni 2016.

Menindaklanjuti hal tersebut, pada 15-18 Juni 2016, BRG menurunkan tim untuk melakukan penilaian teknis dan sosial.  Selanjutnya pada 2 Agustus 2016, PT RAPP dipanggil untuk menyerahkan data terkait dengan lahan gambut di areal konsesi mereka.

Perusahaan ini telah menyerahkan sejumlah data antara lain kedalaman gambut. Namun, BRG menilai ada indikasi keberadaan gambut dalam (di atas 5 m) pada areal konsesi tersebut.

“Kami ke Pulau Padang ini untuk merespon laporan masyarakat bahwa RAPP telah melakukan operasi di lahan gambut dengan membuat sejumlah kanal. Terkait laporan itu, kami telah meminta klarifikasi dokumen dari RAPP. Sekarang kami melakukan sidak guna melihat langsung kondisinya.” ujar Nazir.

Sidak Kepala BRG menemukan bahwa pembukaan kanal dilakukan. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Peraturan tersebut dengan tegas melarang pembuatan kanal yang mengakibatkan gambut menjadi kering. Areal bergambut dengan kedalaman tiga meter atau lebih wajib dilindungi.

Pembukaan lahan gambut yang berfungsi lindung juga dilarang. Penanggung jawab usaha dimana kegiatan perusakan gambut itu terjadi wajib melakukan penanggulangan kerusakan gambut.

“Kami akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kami juga akan memanggil pihak perusahaan pada akhir pekan ini. Pemerintah telah sungguh-sungguh menyelamatkan gambut. Sektor swasta perlu menunjukkan iktikad baik. Apalagi jika sudah mempunyai kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan,” ujar Nazir.

Dalam kunjungan tersebut, Nazir sempat diadang oleh petugas keamanan yang mengenakan seragam hitam bertuliskan Kopassus. Yang bersangkutan menanyakan izin tugas Nazir.

Nazir menegaskan bahwa sidak tidak membutuhkan izin. “Perusahaan RAPP tidak kooperatif dengan pemerintahan Indonesia. Itu kesimpulan dari hasil kunjungan. Kita akan minta tim gakkum (Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup) turun karena tindakan melanggar hukum,” katanya.

APP telah memiliki Sustainable Forest Management Policy. Di dalamya terdapat komitmen untuk melakukan praktik pengelolaan gambut yang baik, termasuk tidak membangun kanal baru.   

Sejumlah petani dan warga Bagan Melibur yang juga mengikuti kunjungan Kepala BRG menjelaskan kanal-kanal yang dibangun oleh RAPP telah menembus hutan alam yang ada di wilayah desa mereka. M. Kamil, salah seorang warga yang kebun sagunya terbakar menuturkan lahan gambut di Pulau Padang sejak enam tahun terakhir selalu mengalami kebakaran.

Mereka menengarai hal ini terkait dengan kanal-kanal yang dibangun oleh RAPP di sekitar desa mereka sehingga mengeringkan gambut.

sumber : siaran pers
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement