REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan saat ini pendapatan sopir taksi konvensional berkurang hingga 30 persen. Pasalnya ada perlakuan tidak sama antara taksi konvensional dengan taksi aplikasi atau taksi daring.
"Usaha taksi online bukan membuka lapangan kerja baru, tetapi mengalihkan pekerjaan yang semula bekerja di perusahaan taksi konvensional ke taksi online," kata dia, Jumat (2/9).
Menurut Djoko, akan lebih bijak jika Kementerian Perhubungan fokus pada Rencana Strategis (Renstra) terkait pembangunan transportasi umum di Indonesia. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 430 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementrian Perhubungan Tahun 2015-2019 mengangkat dua isu strategis. Pertama, membangun konektivitas nasional untuk mencapai keseimbangan pembangunan. Kedua, membangun transportasi umum massal perkotaan. Targetnya, 10 kota memiliki transportasi umum berbasis rel, bus rapid transit 34 kota, dan pengadaan subsidi atau public service obligation PSO untuk transportasi massal perkotaan.
Sistem kelembagaan, penguatan sumber daya manusia (SDM) penyelenggara transportasi umum dan rencana bisnis perlu diajarkan kepada pemerintah daerah (pemda) yang akan menata transportasi umum sistem BRT. Terlebih, kata Djoko, kebanyakan kepala daerah tidak begitu peduli dengan kondisi transportasi umum di daerahnya.
Dia mengatakan program transportasi umum bukan program yang seksi bagi kepala daerah lantaran tidak banyak memberi manfaat langsung bagi kepala daerah. Hanya kepala daerah yang punya kepedulian dan komitmen kuat yang ingin membangun sistem transportasi umum di wilayahnya. Sebagian kepala daerah hanya mengurusi transportasi umum di saat-saat tertentu saja.
"Hanya peduli transportasi umum ketika pilkada dan pileg, setelah usai dienyahkan," ujar Djoko.