REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi paket UU Pemilu yakni UU Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif, UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta UU Nomor 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, telah masuk dalam Program Legislasi Nasional 2016.
Wakil Ketua DPR RI bidang Polhukam Fadli Zon, meminta agar pemerintah dalam hal ini Mendagri, segera mengirimkan draf revisi Undang-Undang Pemilu. Ia menjelaskan, hal tersebut penting dilakukan agar revisi UU pemilu tidak mendadak dibahas mendekati momen pemilu dilangsungkan.
''Dengan dikirimkan segera kepada DPR maka waktu yang dimiliki untuk pembahasan dapat lebih panjang dengan harapan agar UU pemilu yang dihasilkan lebih berkualitas,'' ucap Fadli, dalam keterangan persnya, Jumat (26/8).
Apalagi, lanjut dia, pada pemilu 2019 nanti, akan dilaksanakan untuk pertama kalinya pemilu serentak, yang tahapannya setidaknya harus sudah dimulai pada pertengahan 2017. Berkaca pada Pemilu 2014 dimana UU baru disahkan pada 2012. Akibatnya, membuat kerja penyelenggara pemilu menjadi kesulitan.
Idealnya, Fadli menuturkan, perangkat pemilu sudah siap 22 sampai 25 bulan sebelum pemungutan suara. Sementara saat ini waktu yang tersisa adalah 32 bulan lagi. ''Namun jika tidak segera dibahas dan disahkan, maka kerja KPU akan terhambat untuk mempersiapkan perangkat turunan dari UU Pemilu,'' tegas dia.
Politikus Gerindra itu juga mengingatkan, 2017 Indonesia akan menyelenggarakan pilkada serentak gelombang kedua dan agenda agenda nasional lainnya. Tentu hal ini juga akan mempengaruhi konsentrasi partai politik.
''Sehingga, jika draf RUU Pemilu lebih cepat diserahkan ke DPR, itu akan lebih baik,'' ujar dia.