REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK membeberkan kronologi penerimaan uang suap sejumlah Rp 2 miliar oleh Anggota DPRD DKI Jakarta Muhammad Sanusi. Uang suap tersebut diterima dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk, Ariesman Widjaja melalui asistennya, Trinanda Prihantoro.
Suap tersebut bermula ketika PT Kapuk Naga Indah yang merupakan anak perusahaan Agung Sedayu Group bersama-sama dengan PT Muara Wisesa Samudra, PT Agung Dinamika Perkasa dan PT Jaladri Kartika Pakci yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh PT Agung Podomoro Land Tbk dan PT Jakarta Propertindo terpilih sebagai perusahaan pemegang persetujuan prinsip reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Perusahaan-perusahaan tersebut memerlukan adanya Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Dtrategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP Jakarta) sebagai dasar hukum untuk dapat mendirikan bangunan pada tanah reklamasi tersebut," kata Jaksa Penuntut Umum pada KPK Ronald F Worotikan di Gedung Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Rabu (23/8).
Kemudian, pada tanggal 23 November 2015, Pemprov DKI Jakarta menyerahkan Raperda RTRKSP Jakarta kepada DPRD Provinsi DKI Jakarta melalui Surat Gubernur Nomor 4131/-075.61, tanggal 16 November 2015, berikut lampiran Naskah Akademis dan Materi Teknis Raperda RTRKSP Jakarta.
Sekitar awal bulan Desember 2015, Tim Balegda DPRD Provinsi DKI Jakarta bersama Tim Pemprov DKI Jakarta dan perwakilan dari Pemegang persetujuan prinsip reklamasi melakukan rapat untuk mendengar saran dan masukan dari masyarakat dalam rangka pembahasan Raperda RTRKSP Jakarta.
Pada tanggal 15 Februari 2016, Balegda DPRD Provinsi DKI Jakarta bersama-sama dengan Pemprov DKI Jakarta melakukan pertemuan untuk membahas Raperda RTRKSP Jakarta. Pertemuan tersebut dihadiri Sanusi, Mohamad Taufik (Ketua Balegda, Bestari Barus, Yuliadi, Tuty Kusumawati (Kepala Badan Perencanaan Pemprov DKI Jakarta) dan Saefullah (Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta).
"Dalam pertemuan tersebut beberapa anggota Balegda DPRD Provinsi DKI Jakarta termasuk Terdakwa (Sanusi) menginginkan Tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) total lahan yang dapat dijual, tidak dicantumkan dalam raperda dengan alasan nilai tersebut dapat memberatkan para pengembang reklamasi," terang Jaksa.
Selanjutnya pada tanggal 24 Pebruari 2016, Terdakwa diminta menemui Ariesman Widjaja, yang juga menjabat Dirut PT Muara Wisesa Samudra. Permintaan tersebut disampaikan oleh asisten Ariesman, Trinanda Prihantoro.
Dalam pertemuan tersebut, Terdakwa menyampaikan kepada Ariesman bahwa Raperda RTRKSP Jakarta masih dalam pembahasan. Kemudian, Ariesman meminta bantuan terdakwa untuk mempercepat pembahasannya.
Lima hari kemudian, terdakwa kembali menggelar pertemuan dengan pihak pengembang. Dalam pertemuan tersebut hadir Sugianto Kusuma alias Aguan, Richard Kusuma alias Yungyung, Budi Nurwono selaku Dirut PT Kapuk Naga Indah dan Ariesman Widjaja. Ariesman kemudian meminta terdakwa untuk menghilangkan pasal yang mengatur kontribusi sebesar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) total lahan yang dapat dijual.
"Terdakwa menjawab hal tersebut tidak dapat dihilangkan namun akan diatur dalam Pergub," ucap Jaksa.
Pada tanggal 3 Maret 2016, Ariesman kembali bertemu dengan terdakwa. Dalam pertemuan tersebut, Ariesman menjanjikan uang sejumlah Rp 2,5 miliar jika bisa menghilangkan pasal yang mengatur kontribusi sebesar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) total lahan yang dapat dijual. Ariesman mengaku keberatan dengan adanya pasal tersebut.
"Ariesman merasa khawatir jika tanpa ada penjelasan maka nilai tambah kontribusi menjadi tidak jelas. Atas permintaan tersebut terdakwa menyetujuinya," ungkap Jaksa. Selanjutnya pada tanggal 4 Maret 2016, Terdakwa menelpon Mohamad Taufik menyampaikan sudah bertemu dengan Ariesman.
Terdakwa juga melaporkan adanya permintaan untuk mengubah rumusan pasal didalam Raperda RTRKSP Jakarta terkait kontribusi tambahan yang semula 15 persen dikali luasan wilayah yang bisa dijual, menjadi akan diatur di Pergub dan mengubah rumusan penjelasan Pasal 11O ayat (5) huruf c terkait kontribusi tambahan yang semula “cukup jelas” menjadi “Tambahan Kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil diawal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5 persen) yang akan diatur dengan perjanjian kerjasama antara gubernur dan pengembang”.
Untuk memenuhi permintaan Ariesman tersebut, pada tanggal 7 Maret 2016 Terdakwa memanggil Heru Wiyanto selaku Kepala Bagian Perundang-Undangan Sekretariat DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk membawa draft Raperda RTRKSP Jakarta tanggal 22 Pebruari 2016 ke ruangan kerja Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta.
Pada saat itu Terdakwa menyerahkan tulisan tangan mengenai perubahan penjelasan Pasal 110 ayat (5) huruf c tentang kontribusi tersebut kepada Heru. Lima hari berselang, Terdakwa menelpon Trinanda untuk memberitahukan bahwa Mohamad Taufik, Basuki T. Purnama, serta Saefullah sudah melakukan pembahasan mengenai besaran nilai kontribusi dan tambahan kontribusi.
Dalam pembicaraan tersebut, terdakwa menyampaikan seolah-olah sudah diperoleh kesepakatan bahwa nilai kontribusi tetap 5 person dalam bentuk tanah, scdangkan tambahan kontribusi adalah 15 persen dari NJOP kontribusi yang 5 persen bukan dari NJOP keseluruhan tanah yang dijual.
Pada tanggal 28 Maret 2016, Terdakwa meminta asistennya, Gerry Prasetya untuk menghubungi Trinanda untuk menyampaikan permintaan uang. Sore harinya, Gerry kemudian mendatangi kantor Ariesman dan membawa pulangbuang sejumlah Rp 1 miliar.
Dua hari berselang, terdakwa kembali memerintahkan Gerry untuk menelpon Trinanda dan meminta uang tambahan. Keesokan harinya, permintaan terdakwa pun kembali dipenuhi oleh Ariesman dengan menyerahkan uang sebsar Rp 1 miliar melalui Trinanda.