Rabu 17 Aug 2016 12:51 WIB

Ratusan Anak Jalanan di Malang Gelar Upacara Kemerdekaan

Rep: Christiyaningsih/ Red: Hazliansyah
Ratusan anak jalanan di Kota Malang gelar upacara kemerdekaan
Foto: Republika/Christiyaningsih
Ratusan anak jalanan di Kota Malang gelar upacara kemerdekaan

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ratusan anak jalanan di kota Malang turut memeriahkan HUT Kemerdekaan RI dengan melaksanakan upacara bendera. Sejak pukul 10.00 WIB, sekitar 300 anak jalanan berkumpul di sepanjang Jalan Blitar, Kota Malang. 

Mereka adalah anak-anak yang selama ini berada di bawah naungan Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT). Koordinator JKJT Agustinus Tedja mengatakan, ide menggelar upacara datang dari anak-anak sendiri. 

"Ayah, kita tidak pernah diundang ikut upacara, ayo kita bikin upacara sendiri pas 17 Agustus," kata Tedja menirukan permintaan anak-anak asuhnya. Ayah adalah panggilan akrab anak-anak jalanan JKJT kepada Tedja. 

Persiapan upacara pun serba sederhana dengan didukung komunitas seni di Kota Malang. Tiga anak jalanan yang ditunjuk menjadi pengibar bendera baru berlatih pada Selasa (16/8) malam. Selebihnya semua berjalan apa adanya. 

Hari ini (17/8) anak-anak  jalanan datang dengan pakaian yang biasa mereka kenakan sehari-hari dan bersandal jepit. Bahkan ada yang datang dengan dandanan ala anak punk. 

Menariknya, mereka mengheningkan cipta dengan mencium tanah sambil diiringi musik dari Arbanat String Ansamble. "Mencium tanah sebagai wujud kita mencintai ibu pertiwi," terang Tedja.

Prosesi upacara pun cukup unik. Pembina upacara hadir di tengah peserta upacara dengan menari dan mengenakan topeng khas Malang Potrodoyo serta  membawa patung  Potrodoyo. 

"Potrodoyo melambangkan tingkah laku yang baik," kata Bambang Pangsut, pecinta seni yang terlibat sebagai pembina upacara. 

Kegugupan jelang upacara dialami tiga anak jalanan yang bertugas mengibarkan bendera. Muhammad Bardah, Winarko, dan Toni mempelajari baris-berbaris sebisanya untuk menyukseskan upacara pagi ini. 

"Saya gugup karena selama sekolah tidak pernah menjadi petugas upacara," ungkap Bardah polos. 

Remaja 17 tahun ini mengaku putus sekolah sejak kelas 5 SD dan hidup sebagai pengamen jalanan. Ia berharap di usia Indonesia ke-71 ini pemerintah lebih memperhatikan kehidupan dan pendidikan anak-anak jalanan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement