Kamis 11 Aug 2016 21:13 WIB

KPK: Jangan Jadikan Penjara Penuh Alasan Permudah Remisi Koruptor

Gedung KPK
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Laode Muhammad Syarif menegaskan KPK tidak sependapat dengan rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Pasalnya dalam draft revisi yang tengah digodok Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu ada salah satu pasal yang diubah yakni dihilangkan ketentuan justice collaborator sebagai syarat remisi untuk narapidana kejahatan luar biasa atau ekstra ordinary crime.

"Sudah kami tegaskan dan Pak Ketua juga sudah bicara, kami kurang sependapat," ujar Syarif di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/7).

Menurut Syarif, Kemenkumham tidak perlu menghilangkan salah satu syarat yang mesti dipenuhi narapidana korupsi, terorisme, dan narkoba dalam mendapatkan remisi. Pasalnya, pengetatan remisi itu dibuat guna memberikan efek jera kepada para narapidana tersebut.

"Tidak perlu (direvisi). Menurut saya harus ada syarat untuk lakukan remisi. kalau dikatakan Kemenkumham alasannya karena penjara sudah penuh, saya pikir tidak beralasan juga karena narapidana korupsi itu cuma mungkin satu persen dari jumlah narapidana yang lain," ujarnya.

Hal sama diungkapkan Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Sumatera Utara, Todung Mulya Lubis yang menolak diringankannya salah satu syarat remisi bagi koruptor. Menurut Todung, saat ini Indonesia tengah darurat pemberantasan korupsi, sehingga perlu aturan yang memberi efek jera kepada koruptor.

"Jadi pembelajaran terhadap koruptor itu penting, remisi itu hak, tapi hukuman kasus korupsi harus lebih ketat, salah satunya justice collaborator, saya tidak setuju rencana itu," kata dia.

Sementara, Kepala Biro Humas Kemenkumham Effendy Perangin Angin saat dihubungi, Kamis (11/8) mengatakan draf tersebut masih dalam tahap kajian Kemenkumham. Sehingga belum pasti apakah draft revisi tersebut nantinya menghilangkan salah satu syarat remisi tersebut.

Pasalnya, pihaknya masih akan mempertimbangkan pendapat dan masukan dari sejumlah pihak terkait hal tersebut. "Itu kan belum, dan masih dalam kajian dihapus atau tidak, ada yang menyetujui dan tidak setujui. Ini menyangkut hak orang banyak, masih ada perdebatan untuk itu," ujar Effendy.

Meski begitu, Effendy mengatakan pertimbangan Kemenkumham berencana menghilangkan pasal tersebut lantaran adanya hak dari setiap warga binaan memperoleh remisi. Hal itu juga diatur dalam ketentuan Undang-undang. "Tiap warga binaan kan berhak mendapat remisi, namanya lembaga pemasyarakatan. Kalau dia sudah baik, masa nggak boleh dikasih, tapi kan perjalanannya lalu ada PP itu, beberapa tindakan pidana tertentu nggak boleh, ini yang mau kita coba bahas agar diberikan revisi," katanya.

 

sumber : Fauziah Mursid
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement