Rabu 10 Aug 2016 11:34 WIB

Pengamat Apresiasi Langkah Golkar Revisi UU Politik

Peneliti politik LIPI Prof Dr Siti Zuhro saat menjadi narasumber dalam diskusi dialektika demokrasi bertajuk Arah Politik dan Ekonomi Jokowi Pasca Reshuffle di Kompleks Parlemen,Jakarta, Kamis (28/7).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Peneliti politik LIPI Prof Dr Siti Zuhro saat menjadi narasumber dalam diskusi dialektika demokrasi bertajuk Arah Politik dan Ekonomi Jokowi Pasca Reshuffle di Kompleks Parlemen,Jakarta, Kamis (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengapresiasi langkah Partai Golkar merevisi tiga UU bidang politik, sehingga diharapkan pemilu legislatif dan pilpres, serta penyelenggaraan pemilu menjadi lebih baik.

"Perbaikan tersebut harus dikaitkan dengan realitas bahwa demokrasi di Indonesia sedang dalam proses menjadi. Yaitu proses yang berlangsung secara regular, terus menerus dan terukur yang ditandai dengan peningkatan kualitas demokrasi (konsolidasi demokrasi) sehingga nilai-nilai demokrasi melembaga atau terinstitusionalisasikan secara memadai," katanya di Jakarta, Rabu (10/8).

Lebih lanjut profesor riset LIPI itu melihat ada dua poin penting yang harus dilakukan Golkar dalam merevisi tiga UU politik yakni UU Pilpres, UU Parpol, dan UU MD3. Pertama, pengalaman empiris sejak 1999 menunjukkan bahwa praktek sistem presidensial tidak dilakukan secara konsisten, karena cenderung menerapkan sistem gado-gado yang lekat dengan sistem parlementer.

"Hak prerogatif eksekutif sebagian diambil oleh legislatif seperti penentuan komisi-komisi dan pimpinan lembaga yang seharusnya di bawah otoritas presiden langsung. Ini kendala serius. Sementara fungsi legislasi masih mengandalkan kapasitas? eksekutif," kata Siti Zuhro.

Kedua, Indonesia sudah saatnya melaksanakan pemilu serentak tingkat nasional yang diikuti oleh pemilu lokal serentak pada tingkatan provinsi. Pada tingkatan nasional, kata Siti, presiden, DPR, DPD RI dipilih secara serentak. Dan pemilu serentak regional dan lokal pada tingkatan provinsi. Model ini memiliki kekuatan adanya kaitan hasil antara eksekutif dan legislatif serta keserasian hubungan antara eksekutif pada tingkatan pusat dan daerah.

"Model ini? ideal yang mungkin dilaksanakan di Indonesia. Persiapan, penyelenggaraan dan penghitungan hasil pemilu relatif lebih mudah dikelola," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement