Senin 08 Aug 2016 21:30 WIB

Presiden Jokowi Diminta Bentuk Tim Independen Berantas Mafia Narkoba

Todung Mulya Lubis
Foto: ROL/Fian Firatmaja
Todung Mulya Lubis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara senior Todung Mulya Lubis meminta Presiden Joko Widodo membentuk tim independen untuk memberantas mafia narkoba di Indonesia.

"Tim ini beranggotakan orang-orang independen, tidak berkaitan dengan institusi negara yang melakukan investigasi dan penyelidikan narkoba, seperti akademisi," ujar Todung di Jakarta, Senin (8/8).

Nantinya, lanjut Todung, kerja tim independen ini bisa dibantu oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri dan TNI. Ketiga badan penegak hukum itu bisa bekerja sama dengan tim untuk membongkar sindikat narkoba ilegal di Indonesia.

Tanpa sikap kooperatif seperti itu, pembentukan tim independen tidak akan banyak membawa perkembangan dalam pemberantasan narkoba. "Pembentukan tim tanpa kerja sama dengan penegak hukum tidak membawa banyak hasil," kata Todung.

Usulan seperti yang disampaikan Todung ini pernah pula dilontarkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang menyatakan pemberantasan mafia narkoba di Indonesia harus dilakukan secara terintegrasi dan terpusat di bawah kendali Presiden.

"Kami ingin Presiden Joko Widodo membentuk Tim Independen Pemberantasan Mafia Narkoba yang berada di bawah koordinasinya," ujar Koordinator Kontras Haris Azhar.

Alasan ide ini, kata Haris, karena saat ini Kontras memandang institusi-institusi pemerintah seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri, TNI dan bahkan kementerian cenderung menangani narkoba secara parsial atau terpisah-pisah.

Menurut dia, sistem tersebut justru hanya akan berujung pada pemecatan-pemecatan individu, tidak menyelesaikan permasalahan yang lebih besar seperti mematikan persebaran narkoba itu sendiri.

Indonesia sendiri sedang bergulat dengan isu keterlibatan pejabat BNN, Polri dan TNI dalam bisnis peredaran narkoba setelah beredarnya tulisan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar berdasarkan hasil wawancaranya dengan terpidana mati Freddy Budiman yang berjudul "Cerita Busuk dari Seorang Bandit: Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)".

Pada tulisan yang telah menyebar luas melalui media sosial itu, Freddy mengaku memberikan uang ratusan miliar rupiah kepada penegak hukum di Indonesia untuk melancarkan bisnis haramnya di Tanah Air.

"Dalam hitungan saya selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah memberi uang Rp 450 miliar ke BNN. Saya sudah kasih Rp90 miliar ke pejabat tertentu di Mabes Polri. Bahkan saya menggunakan fasilitas mobil TNI bintang dua," kata Freddy seperti dikutip dari laman Facebook Kontras.

Karena tulisannya itu, Haris Azhar saat ini berstatus terlapor di Bareskrim Polri setelah tiga institusi negara yaitu BNN, Polri dan TNI mengadukannya dengan sangkaan melanggar Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement