REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting mengatakan penyebaran keterangan Haris Azhar bukan merupakan tindak pidana dan dilakukan untuk kepentingan umum sehingga penerapan delik penghinaan atau pencemaran nama baik tidak tepat dilakukan.
"Penerapan delik penghinaan maupun pencemaran nama baik tidak tepat dan dapat berujung pada kriminalisasi," kata Miko Ginting melalui pesan tertulis diterima di Jakarta, Jumat (5/8).
Menurut Miko, delik penghinaan atau pencemaran nama baik setidak-tidaknya harus memenuhi unsur menyerang nama baik atau kehormatan, menyasar orang atau pribadi dan dilakukan bukan untuk kepentingan umum.
Ketiga unsur tindak pidana itu tidak terpenuhi dalam keterangan yang ditulis Haris Azhar dan beredar di media sosial. Tulisan Haris sama sekali tidak memuat penghinaan atau pencemaran nama baik, tidak menyebut orang atau pribadi dan dilakukan untuk kepentingan umum.
"Kepolisian harus berhati-hati dalam menggunakan kewenangannya dan tidak memproses lebih lanjut laporan atau pengaduan terhadap Haris Azhar. Bila pengaduan itu tetap diproses, bisa berujung pada kriminalisasi," tuturnya.
Kepolisian justru seharusnya memberikan jaminan perlindungan baik secara pribadi maupun hukum kepada Haris. Selain itu, pemerintah terutama aparat penegak hukum harus mendukung upaya Haris yang sedang berupaya membuka praktik kejahatan narkoba.
"Bukan malah melakukan pembungkaman melalui kriminalisasi," ujarnya.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar dilaporkan ke polisi setelah tulisannya yang memuat pengakuan terpidana mati Freddy Budiman yang menceritakan keterlibatan aparat negara dalam bisnis narkoba beredar di media sosial.
Freddy Budiman sendiri telah dieksekusi mati di Lapangan Tembak Tunggal Panaluan, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jumat (29/7) dini hari bersama Seck Osmani (Senegal), Humprey Eijeke (Nigeria) dan Michael Titus (Nigeria).