REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mabes Polri mengaku telah memeriksa nota pleidoi atau pembelaan terdakwa terhadap tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kasus terpidana mati Freddy Budiman. Pleidoi setebal 20 halaman itu ternyata tidak membuktikan adanya pernyataan Freddy Budiman.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan berdasarkan hasil analisis terhadap isi pleidoi tidak temukan perkataan Freddy yang diucapkan kepada Haris.
"Tim penyelidik kita sudah mengecek langsung pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat bahwa di dalam pleidoi setebal 20 halaman tidak ada yang mengkaitkannya dengan kata-kata yang katanya curhatan itu juga dimuatkan di pleidoi," ujarnya.
Demikian juga kata dia berkaitan dengan pernyataan Freddy yang pernah ke pabrik di Cina bersama petugas BNN. Hal tersebut pun sambung Boy tidak ditemukan di dalam pleidoi. "Jadi itu sesuatu hal yang mustahil posisi terpidana terdakwa bisa dibawa keluar negeri untuk melihat (pabrik narkoba)," ujarnya.
Sehingga menurut dia ada unsur-unsur yang tidak dapat dibenarkan dalam konten tersebut. Jadi tegas Boy, testimoni tersebut diragukan kebenarannya. Belum lagi kata dia pleidoi tersebut merupakan tahun 2013, di mana Freddy dijatuhi hukuman mati.
Upaya hukum itu kata Boy, sah-sah saja. Karena semua memiliki hak seperti banding, kasasi, dan PK. "Namun apabila sesuai dengan koridor hukum, apabila ada jalan-jalan yang kita nilai sebagai cara untuk menggagalkan, menghambat proses hukuman mati dengan cara menyudutkan pihak-pihak tertentu," jelasnya.