Selasa 02 Aug 2016 02:03 WIB

Kasus Tanjung Balai Harus Diselesaikan dengan Pendekatan Sosial

Rep: Issha Harruma/ Red: Esthi Maharani
Tim Labfor Polri berada di kawasan Vihara Tri Ratna pascakerusuhan yang terjadi, di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7).
Foto: Antara/Anton
Tim Labfor Polri berada di kawasan Vihara Tri Ratna pascakerusuhan yang terjadi, di Tanjung Balai, Sumatra Utara, Sabtu (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID,MEDAN -- Ormas Muhammadiyah Sumatra Utara mendesak penanganan kerusuhan di Tanjung Balai dengan menggunakan UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Penggunaan pendekatan peradilan pidana atau criminal justice system dinilai tidak akan mampu menyelesaikan akar permasalahan kerusuhan tersebut.

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumut Abdul Hakim Siagian mengatakan, pihaknya telah menurunkan tim untuk melakukan evaluasi atas konflik di Tanjung Balai. Hasilnya, pendekatan sosial dinilai lebih baik diterapkan dibanding pendekatan hukum yang dianggap dapat memicu konflik lanjutan dan mungkin meluas hingga ke daerah lain.

"Apa yang terjadi di sana sudah memenuhi unsur konflik sosial. Sehingga sebagai negara hukum, sudah seharusnya undang-undang khusus penanganan konflik dan peraturan pemerintahnya itu digunakan. Dan kami mendesak itu," kata Abdul di kantornya di Medan, Senin (1/8).

Abdul menjelaskan, dalam Pasal 2 UU Nomor 7 Tahun 2012 disebutkan, penanganan konflik harus mengedepankan pendekatan musyawarah, kemanusiaan, hak asasi manusia, kebangsaan, kebhinnekatunggalikaan, keadilan, ketertiban, keberlanjutan dan kearifan lokal, serta tanggung jawab negara, partisipatif dan tidak memihak serta tidak membeda-bedakan. UU itu dianggap lebih mampu menyelesaikan kerusuhan di Tanjung Balai yang dinilai telah memenuhi unsur sebagai konflik sosial.

"Kami tidak ingin seperti penanganan penyakit, yang ditangani hanya yang nampak tapi penyakit dalamnya dibiarkan. Penyakit dalam di Tanjung Balai ini perlu diusut tuntas agar arif tawaran penyelesaian konfliknya. Jangan terjebak hanya di tingkat seremonial dan pencitraan saja," ujar Abdul

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement