REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Motivasi penunjukan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (Menko Maritim) dikhawatirkan banyak kalangan hanya untuk memuluskan proyek reklamasi di pantai utara Jakarta. Peneliti dari Koalisi Rakyat untuk Perikanan (Kiara), Farid Ridwanuddin mengatakan, kekhawatiran semacam itu muncul bukan tanpa sebab.
"Pernyataan Luhut di media pascapengumuman dirinya menjadi Menko Maritim menunjukkan, ada sinyal proyek reklamasi, khususnya Pulau G, berpotensi akan dilanjutkan kembali ke depannya," ujar Farid saat ditemui wartawan di Jakarta, Jumat (29/7).
Ia menuturkan, pada Rabu (27/7) lalu, Luhut sempat ditanya para jurnalis mengenai tindak lanjut reklamasi Pulau G yang telah dibatalkan oleh mantan Menko Maritim Rizal Ramli. Pada waktu itu, purnawirawan jenderal bintang empat itu mengaku tidak tahu tentang persoalan tersebut. Luhut hanya mengatakan ia akan mempelajari lagi masalah reklamasi dengan melihat kepentingan yang lebih luas.
"Ketika Luhut mengatakan ia belum mengetahui adanya rekomendasi pembatalan reklamasi Pulau G secara permanen, itu menandakan bahwa proyek tersebut akan ditarik kembali ke titik nol. Dengan kata lain, ada peluang proyek tersebut akan dilanjutkan lagi nantinya," kata Farid.
Dia berpendapat, semangat investasi yang diusung rezim pemerintahan Joko Widodo seakan memberi angin segar kepada kaum pemodal, termasuk para pengusaha reklamasi. Hal itu dibuktikan dengan deregulasi sejumlah peraturan atau keputusan yang selama ini dianggap mengganggu iklim investasi. Apalagi, Jokowi sebelumnya juga mengatakan bakal merevisi peraturan-peraturan yang ada agar disesuaikan dengan kepentingan investor.
Menurut Farid, langkah semacam itu seolah mengonfirmasi kekhawatiran masyarakat nelayan akan berlanjutnya kembali proyek reklamasi Pulau G di masa depan. Padahal, kata dia, kebijakan reklamasi Teluk Jakarta jauh dari nilai-nilai kenegarawanan karena melanggar undang-undang dan tidak mengutamakan kepentingan masyarakat luas, khususnya para warga di pesisir Ibu Kota.
"Proyek itu tidak hanya melanggar hak-hak konstitusional masyarakat pesisir, tapi juga sarat dengan penyalahgunaan wewenang dan praktik korupsi," ucap Farid.
Dia mengingatkan, Presiden Jokowi dan Menko Maritim yang baru harus menunjukkan sikap sebagai negarawan dan membuktikan janjinya akan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Jangan sampai, kata dia, kebijakan yang dibuat nantinya justru tidak malah berpihak pada kepentingan rakyat.
"Jika ternyata proyek reklamasi Pulau G tetap dilanjutkan nantinya, saya berani mengatakan Jokowi dan Luhut bukanlah negarawan, melainkan kepanjangan tangan korporasi yang tidak memiliki keberpihakan kepada masyarakat luas," tegasnya.