REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Jakarta, Emrus Sihombing mengatakan, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) seharusnya meminta maaf secara langsung kepada mereka yang mendukungnya dengan menyerahkan KTP-nya. Sebab, KTP itu dijadikan syarat calon perseorangan atau independen.
"Ahok harus minta maaf. Dengan sepenuh hati kan mereka merelakan KTP-nya untuk memberikan dukungan politik, harusnya menghargai itu karena sudah sejuta KTP lho, kalau di bawah kuota masih bisa dimaklumi. Betapa 'air susu dibalas dengan air tuba'," kata Emrus Sihombing di Jakarta, Kamis (28/7).
Hal itu, dikatakannya menangapi keputusan Ahok pada Rabu (27/7), malam, yang memilih untuk maju melalui jalur partai politik daripada perseorangan. Padahal, sebelumnya Ahok menyatakan akan maju jalur perseorangan dan bersama Teman Ahok memobilisasi pengumpulan KTP untuk tujuan tersebut. Bahkan, Teman Ahok mengklaim telah mencapai satu juta KTP.
Menurut dia, permintaan maaf tersebut tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. "Harus Ahok sendiri kepada mereka yang telah memberikan dukungan politiknya secara nyata kepadanya. Bisa saja Ahok mengumpulkan para pendukungnya yang memberikan KTP dalam suatu tempat dan secara terbuka meminta maaf," katanya.
Ia menganalogikan peristiwa tersebut seperti layaknya seorang gadis yang telah dilamar. "Kalau berpikir kewajaran harus pamit dan minta maaf. Kalau kita sudah melamar seorang gadis apakah kita meninggalkannya untuk menikah dengan orang lain, kita tidak kan. Kalau ditinggalkan harus minta maaf," katanya.