REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden RI Joko Widodo dinilai tidak mempertimbangkan isu penuntasan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) saat melakukan perombakan Kabinet Kerja jilid II. Indikasinya yakni penunjukan Wiranto sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam).
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan posisi Wiranto sebagai Menkopolhukam akan menentukan kinerja kementerian, kejaksaan, dan kepolisian terkait politik hukum dan keamanan. "Kehadiran Wiranto dalam kabinet hanya akan mempertebal impunitas pelanggaran HAM karena sulit bagi Wiranto memprakarsai penuntasan pelanggaran HAM berat," ujarnya, baru-baru ini.
Wiranto, kata Hendardi, diduga terkait dengan peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut. Bahkan, dugaan keterlibatannya cukup jelas dalam laporan-laporan yang disusun Komnas HAM.
"Saya termasuk yang pesimistis atas masa depan penuntasan pelanggaran HAM yang adil. Janji-janji Jokowi yang terang benderang tertuang dalam Nawacita, besar kemungkinan akan menemui jalan buntu," kata Hendardi.
Menurut dia, saat ini rakyat pasti memahami bahwa isu HAM hanya menjadi komoditas politik Jokowi. Khususnya untuk menundukkan lawan politik saat berkontes dalam Pilpres 2014 dan akan berulang pada Pilpres 2019.
Sejak kemarin siang Wiranto menduduki posisi sebagai Menkopolhukam. Dia menggantikan Luhut Binsar Panjaitan yang saat ini bergeser menjadi Menteri Koordinator Kemaritiman.