Rabu 27 Jul 2016 09:55 WIB

Ini Sosok Muhadjir Effendy yang akan Gantikan Anies Baswedan

Pakar pendidikan sekaligus pakar militer Muhadjir Effendy.
Foto:

Selain itu, Muhadjir juga pernah menempuh pendidikan singkat di bidang keamanan dan pertahanan di Pentagon, Amerika Serikat; dan kursus singkat pengelolaan pendidikan tinggi di Victoria University, Canada. Tak hanya di dunia akademik, Muhadjir adalah juga orang yang memiliki perhatian dan sampai batas tertentu, minat dan bakat, pada dunia seni dan budaya. Ia juga memiliki minat dan kemampuan yang memadai di bidang jurnalistik.

Maka wajar jika Muhadjir fasih bicara banyak hal. Ia bisa dengan lincah bertutur tentang teori-teori pertahanan, seluk beluk dunia tentara, atau sisi-sisi sejarah militer yang barangkali tak diketahui banyak orang. Seperti hafal di luar kepala, Muhadjir lancar bertutur tentang KNIL (tentara Indonesia zaman Belanda), PETA (Pembela Tanah Air), kavaleri dan infanteri, Kopassus, hingga isu soal friksi-friksi dalam dunia militer, dan sistem persenjataan militer. Minatnya pada kajian militer, lebih jauh, telah menjadikan ia juga dekat dengan sejumlah petinggi militer di Indonesia.

Tentu tak terlalu mengherankan, Muhadjir memiliki pengetahuan yang memadai tentang militer, karena memang ia mengkhususkan diri pada kajian ini. Puncaknya, ia menulis disertasi tentang dinamika militer Indonesia yang kemudian dibukukan menjadi Jati Diri dan Profesi TNI: Studi Fenomenologi (UMM Press, 2009). Ini bukanlah sebuah kebetulan. Pastilah ada sebab-sebab historis yang menjadikan Muhadjir memiliki perhatian khusus pada dunia militer ini.

Selain itu, sebagai seorang anggota pimpinan di Persyarikatan Muhammadiyah, baik ketika menjadi seorang ketua di Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, dan terlebih lagi sekarang sebagai salah satu ketua di Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhadjir kerap menghadiri forum-forum keagamaan di mana ia menjadi pembicaranya. Dengan sendirinya, ia harus memainkan peran sebagai seorang muballigh, da’i atau penceramah agama.

Pada posisi ini, lalu akan tampak Muhadjir Effendy sebagai seorang ahli agama yang memiliki pemikiran-pemikiran keagamaan khas. Dalam bidang pemikiran keislaman, Muhadjir seringkali menampilkan gagasan-gagasan yang cukup mencengangkan. 

Misalnya, ketika ia menyatakan bahwa akhir-akhir ini di lingkungan Muhammadiyah, terdapat sebuah fenomena stereotyping. Yakni pemikiran-pemikiran a priori yang menganggap orang lain tidak baik. Menurut Muhadjir, kebiasaan seperti ini harus diperangi bersama. Oleh karena itu, harus ada keberanian dari Muhammadiyah untuk membuka diri, apalagi jika Muhammadiyah kembali kepada jargon dakwah amar maruf nahi munkar, yang sudah dilakukan oleh pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, maka akan terbentang sebuah fakta sejarah bahwa Dahlan sangat terbuka kepada siapapun tanpa menghilangkan semangat dakwah amar ma’ruf nahi munkar di Muhammadiyah itu.

Seperti yang dilakukan Kiai Dahlan ketika memimpin rapat organisasi Budi Utomo dengan membiasakan kuliah agama sebelum rapat dimulai. Menurut Muhadjir, jika kebiasaan yang dilakukan Kiai Dahlan ini dikontekstualisasikan kepada gerakan Muhammadiyah hari ini mungkin saja akan terjadi head to head dengan kebiasaan yang dilakukan Kiai Dahlan di masa-masa awal Muhammadiyah.

Di luar persoalan militer dan pemikiran keislaman, darah budayawan mengalir dalam diri Muhadjir. Adanya sejumlah dimensi dalam dirinya sebagai seorang budayawan, menjadikan Muhadjir Effendy menaruh perhatian dan penghargaan yang tergolong khusus dalam bidang seni dan budaya. Misalnya saja kecintaannya pada musik, dan khususnya lagi, musik dangdut. Saat itu tahun 2005, Universitas Muhammadiyah Malang sedang memiliki gawe besar.

UMM didapuk sebagai tuan rumah Muktamar Muhammadiyah ke-45. Maklum belaka, banyak orang tumpah ruah di kampus ini, termasuk para wartawan. Karena jumlah wartawan yang cukup signifikan, maka UMM sebagai panitia menyediakan sebuah ruang khusus untuk para peliput berita yang disebut sebagai Media Center. Maka, semua aktivitas peliputan dan pemberitaan media berpusat di tempat ini. Menandai penutupan perhelatan lima tahunan itu, para wartawan berkumpul dan melepas lelah dengan menyanyikan lagu-lagu dangdut di media center.

Tanpa diduga ternyata Muhadjir Effendy turut bergabung dalam riuh rendah para wartawan, dan tanpa canggung menyanyikan sejumlah lagu dangdut, khususnya lagu-lagu Rhoma Irama, dan tak lupa sesekali menggoyangkan pinggul. Tak hanya itu, bukti perhatian Muhadjir pada seni dan budaya juga bisa dilihat dari keputusannya untuk menyumbangkan seperangkat alat pewayangan yang diciptakan sendiri oleh ayahnya, Soeroja, kepada Universitas Muhammadiyah Malang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement