REPUBLIKA.CO.ID, Sosok Muhadjir Effendy dikenal sebagai pendidik dan intelektual multidimensional. Muhadjir disebut-sebut akan menggantikan Anies Baswedan sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan. "Insya Allah," begitu Muhadjir merespon kabar tersebut kepada Republika.co.id, Rabu (27/7). (Baca: Diangkat Jadi Menteri? Muhadjir Effendy: Insya Allah)
Berikut profil Muhadjir:
“Sewaktu duduk di bangku sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA), saya dan beberapa teman mendirikan sebuah grup Orkes Melayu bernama BRAGA (Barito Suara Guru Agama). Uang untuk membeli alat musiknya, saya tarik dari siswa baru, tetapi tanpa seizin kepala sekolah. Tentu saja, saya menjadi sasaran kemarahan kepala sekolah. Kelompok musik ini bukan hanya untuk menyalurkan hobi musik kami, tetapi juga untuk mencari uang jajan.”
Tak banyak yang akan menyangka bahwa kutipan di atas meluncur dari cerita Muhadjir Effendy tatkala mengenang masa remajanya. Bagi sebagian orang, mungkin fakta ini mencengangkan. Muhadjir Effendy adalah seorang tokoh pendidikan, yang oleh publik lebih dikenal sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan guru besar bidang sosiologi pendidikan di Universitas Negeri Malang (UM). Di samping itu, publik juga mengetahui Muhadjir sebagai seorang pengamat militer, dan anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Padahal di balik semua itu, Muhadjir sebenarnya adalah seorang yang boleh disebut multidimensional.
Di antara sekian banyak dimensi kehidupannya, sisi Muhadjir Effendy sebagai seorang aktivis atau penggerak organisasi terus melekat hingga kini. Semasa pelajar ia adalah aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII). Pada saat menjalani kehidupan sebagai mahasiswa, ia berkecimpung di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan di masa kematangan intelektualnya, ia berperan aktif di organisasi kemasyarakatan dan keagamaan modernis, yaitu Muhammadiyah.
Dalam kaitannya dengan aktivitas di Muhammadiyah, barangkali Muktamar Muhammadiyah 2015 yang terselenggara di Makassar pada Agustus 2015 lalu, telah memberikan makna khusus atau tonggak baru dalam kehidupan Muhadjir Effendy. Ya, karena pada Muktamar 2015, ia terpilih sebagai salah seorang dari tiga belas formatur.
Dalam sistem pemilihan pimpinan di Muhammadiyah, seorang ketua umum tidak dipilih secara terpisah. Pemilihan adalah untuk menentukan tiga belas calon pimpinan dari tiga puluh sembilan nama yang diusulkan oleh anggota Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Tiga belas orang terpilih inilah yang akan menentukan siapa yang harus menjadi nakhoda Muhammadiyah di antara mereka. Dalam rangkaian ini, Dr. Haedar Nashir akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum Muhammadiyah periode 2015-2020.
Muhadjir Effendy adalah salah seorang Ketua yang akan mendampingi kepemimpinan Haedar dalam masa lima tahun yang akan datang. Sesuai dengan keahliannya, Muhadjir dipercaya sebagai ketua yang membidangi pendidikan yang dikelola oleh Muhammadiyah. Ini berarti Muhadjir harus membawahi lebih dari 170 perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) dan ribuan sekolah dasar dan menengah yang tersebar di seantero wilayah di Indonesia.
Kenyataan ini sebenarnya telah diperkirakan oleh banyak kalangan. Penempatan Muhadjir sebagai ketua yang membidangi pendidikan di Muhammadiyah sangatlah wajar, mengingat sejak sangat lama Muhadjir telah berkecimpung dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Ia terlibat dalam pengelolaan salah satu perguruan tinggi Muhammadiyah yang kini tampil sebagai salah satu universitas Muhammadiyah terbaik di Indonesia, dan perguruan tinggi swasta terunggul di Jawa Timur, yaitu Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Maka nama Muhadjir Effendy menjadi lekat, bahkan identik, dengan Universitas Muhammadiyah Malang. Patut dimaklumi, Muhadjir adalah salah satu dari sekian banyak tokoh yang turut menyumbangkan fikiran, tenaga, bahkan sebagian besar masa hidupnya di UMM, hingga UMM bisa menjadi sebesar sekarang ini.
Bersama-sama dengan Prof Malik Fadjar, Prof Imam Suprayogo, Haji Sukiyanto (almarhum) dan Kiai Haji Abdullah Hasyim (meninggal pada tahun 2013), Muhadjir muda telah turut serta dalam pengembangan Universitas Muhammadiyah Malang, melanjutkan perjuangan generasi perintis sebelumnya.
Seperti Kiai Bedjo Darmoleksono, A. Gafar, K.H. Mohammad Goesti, Kapten Mohammad Tahir, Ali Sacheh, Suyuti Chalil, A. Masyhur Effendy, Amir Hamzah Wiryosukarto, Sofyan Aman, Profesor Masjfuk Zuhdi, Profesor Kasiram, dan sederet tokoh Muhammadiyah Malang lainnya. Nama-nama ini adalah ibarat para pendekar yang tanpa lelah berfikir dan bertindak demi kemajuan UMM, hingga menjadikan UMM seperti yang saat ini dikenal masyarakat.