REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menjadi negara dengan konsumsi beras terbesar di dunia. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto mengatakan upaya diversifikasi pangan harus menjadi kebijakan nasional yang diperkuat dengan instruksi presiden (inpres). Diversifikasi karbohidrat masuk dalam salah satu priotitas BPPT.
"Jadi yang diperlukan itu mengubah pola pangan dan budaya, sehingga kebiasaan harus dapat diubah secara masif. Bila perlu dengan instruksi presiden karena yang diperlukan adalah kampanye secara masif dari atas," kata Unggul, pada peluncuran "Outlook Pangan" BPPT 2016, Rabu (27/7).
Menurut dia, persoalan diversifikasi bukan soal bisa atau tidak bisa saja, tapi juga masalah budaya yang perlu diubah, dan yang harus diubah adalah ketergantungan pada beras. Konsumsi beras Indonesia, menurut dia, bisa sampai 124 kilogram (kg) per kapita per tahun. Begitu pula pola konsumsi daging sapi yang perlu diubah ke kambing atau ikan.
Ia mengatakan kebiasaan makan di Indonesia memang berbeda dengan negara lain yang lebih mengutamakan kesehatan. Sedangkan di Indonesia masih pada tahap mengisi perut hingga kenyang. Hal lain menurut dia perlu dilakukan agar diversifikasi berjalan baik adalah inovasi pangan yang menghasilkan menu-menu sehat dari bahan pokok alternatif beras.
Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa diversifikasi pangan dari karbohidrat ini tercantum dalam "Outlook Pangan" 2016 yang dikeluarkan BPPT.
"Konsumsi beras per kapita per tahun Indonesia tertinggi, bahkan mencapai 139 kilogram. Angka ini jauh bila dibandingkan dengan Jepang dan Korea yang berada pada kisaran 40 hingga 70 kg per kapita per tahun," ujar dia lagi.
Diversifikasi pangan lokal harus diperkuat di daerah, dan kebijakan daerah yang mendukung hal itu terjadi sangat diperlukan selain kebijakan secara nasional. BPPT, kata dia, telah menciptakan beras analog akan terus mendorong pengembangan teknologi dan inovasi pangan yang bertujuan untuk mempercepat diversifikasi pangan.