REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menko Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli menilai kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memberlakukan kontribusi tambahan terhadap pengembang di pulau reklamasi di Teluk Jakarta, bukanlah hal yang bisa dibanggakan dan justru bertentangan dengan asas good goverment.
"Itu kan Pemda DKI sama saja memperdagangkan kebijakan untuk mengumpulkan uang, ini bertentangan dengan azas good goverment," ujar Rizal dalam acara diskusi di salah satu televisi swasta, Selasa (26/7).
Rizal menilai model pembiayaan off budget ini bukan hal baru yang diterapkan di Indonesia. Sebab rezim orde baru pun telah menggunakan sistem ini. "Model pembiayaan ini sudah dilakukan Orba, harus nyumbang dulu," katanya.
Ia mengakui, memang tidak sepenuhnya sistem ini buruk. Karena ada hasil sumbangan yang digunakan untuk membangun rumah susun dan fasilitas umum lainnya. Namun ia mengatakan siapa yang bisa menjamin soal transparansinya.
"Jadi Gubernur DKI ini membuka tradisi lama Orba, ambil sumbangan dulu baru disetujui. Sepertinya memang bagus untuk bangun rusun, tapi ini kan tidak transparan. Sistem off budget ini sudah dilakukan pada saat Orba. Saya dari dulu musuh Orba, saya tidak suka sistem Orba yang buruk diteruskan," jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjelaskan alasan mengapa ngotot untuk mempertahankan kontribusi tambahan sebesar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah yang dapat terjual di pulau reklamasi. Karena Pemprov DKI bisa mendapatkan kontribusi sebesar Rp84 triliun yang dapat digunakan membangun 120 ribu unit rusun.
"Kami ngotot kalau tidak 15 persen tidak mungkin. Dari Simulasi hitungan staf saya saja kalau 15 persen dan langsung terjual 2016 dengan NJOP sekarang, kita bisa dapat kontribusi Rp84 triliun yang bisa digunakan untuk membangun 120 ribu rusun unit. Kalau penjualan sampai 10 tahun dari menguruk sampai jual 2027 kami akan dapat kirap-kira dapat Rp158 triliun untuk kontribusi mengatasi banjir DKI. Itu alasan kenapa eksekutif tidak mau kompromi soal kontribusi tambahan yang menurut kami dasar hukum sangat jelas," kata Ahok di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (25/7).