REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei yang dilakukan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menunjukkan sektor kepolisian dianggap paling rentan terjadi korupsi. Hal itu terungkap dari survei yang dilakukan kepada 3900 responden dimana sebanyak 58,6 persen menilai demikian.
"Saat diuji mengenai pengalaman masyarakat berhubungan dengan instansi pemerintah, sektor kepolisian yang paling tinggi," ujar Peneliti CSIS Arya Fernandes di acara bertema 'Persepsi dan Pengalaman Masyarakat terhadap Fenomena Korupsi di Indonesia' di Auditorium CSIS, Jakarta, Selasa (26/7).
Menurutnya, sebanyak 59,8 persen dari masyarakat responden yang pernah berhubungan dengan sektor kepolisian, mengaku pernah dimintai untuk memberikan sesuatu. Sementara, 36,6 persen masyarakat mengaku memberikan sesuatu tersebut secara sukarela.
Jumlah ini kata Arya, lebih besar dibandingkan penilaian responden terhadap sektor lainnya yang dinilai rentan terjadi korupsi. Menurut masyarakat, sektor lain yang disinyalir berpotensi korupsi besar yakni pada proses penerimaan PNS sebanyak 57,1 persen dan implementasi anggaran pemerintah sebanyak 55,9 persen.
"Persepsi masyarakat terhadap penyebaran korupsi di sektor pelayanan dasar (sekolah, kesehatan, administrasi kependudukan) lebih rendah dibandingkan penyebaran di sektor elite yang saya sebutkan tadi," ungkapnya.
Sebelumnya juga, hasil survei mengungkap masih adanya sebagian masyarakat Indonesia bersikap toleran terhadap korupsi. Disebutkan ada 30 persen masyarakat responden tersebut masih menganggap wajar pemberian barang, uang maupun hadiah guna kelancaran mengurus sesuatu hal.
Hal ini pun tentu menjadi ironi, jika dikaitkan dengan upaya pemberantasan korupsi yang tengah digencarkan di Indonesia. "Saya kira budaya masyarakat di kita yang suka memberikan sesuatu itu sebagai hal yang wajar, menjadi tantangan ke depan dalam upaya pemberantasan korupsi," ujar Peneliti CSIS Vidya Andhika Perkasa.
Menurutnya, meski jumlahnya lebih kecil dibandingkan masyarakat yang menilai perilaku korupsi adalah tidak wajar yakni sebesar 70 persen, namun hal ini perlu diantisipasi. Mengingat pola-pola permisif dari masyarakat tersebut bisa mengganggu upaya pemberantasan korupsi.
Adapun dari hasil survei yang dilakukan pada rentang 17-29 April 2016 tersebut masyarakat yang tinggal di pedesaan cenderung lebih toleran terhadap perilaku korupsi dibandingkan masyarakat perkotaan.