REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memandang hasil survei BPS DKI soal angka kemiskinan di Ibu Kota tidak masuk akal. Menurutnya angka kemiskinan jauh lebih besar dari hasil survei tersebut.
Basuki alias Ahok sempat meminta BPS menjalankan survei dengan metode berbeda seperti standar yang selama ini digunakan. Berdasarkan standar BPS, tolak ukur warga miskin dihitung dari siapa yang mampu mencukupi kebutuhan makanan 2.500 kalori per hari.
Diperkirakan dibutuhkan total biaya sekitar Rp 500 ribu untuk mencukupi itu. Sehingga warga Ibu Kota dengan penghasilan di atas Rp 500 ribu sudah dianggap lolos dari kriteria miskin.
"Lalu apa itu yang disurvei, 70 persen itu kebutuhan hidup sembako. Nah kalau semua kebutuhan beras, cabe, macam-macam pada naik, pasti kebutuhannya itu nambah. Makanya orang Jakarta yang hidup muskin cuma tiga persen lebih. Apa yang saya enggak sukai disini, masuk akal enggak orang pendapatan Rp 500 ribu tapi dianggap di atas garis kemiskinan? Enggak masuk akal," katanya di Balai kota, Kamis (21/7).
Ahok juga kecewa karena survei BPS menyertakan warga non-KTP DKI. Padahal menurutnya, lebih baik hanya mendata warga yang memiliki KTP DKI saja. Karena dengan begitu datanya akan lebih nyata.
"BPS melakukan (survei) 2.500 kalori siapa pun yang ditemuin di Jakarta, yang dipinggir jalan, di rel kereta yang enggak bisa memenuhi kebutuhan. Sekalipun ktpnya bukan DKI," ujarnya.
(Baca Juga: Ahok: 50 Persen Warga Jakarta Hidup Pas-Pasan)