REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku pernah mengadakan survei tersendiri guna menghitung angka kemiskinan di Ibu Kota pada 2014 lalu. Dalam survei itu, warga ber-KTP DKI yang tak punya penghasilan 2,5 juta sebulan digolongkan warga miskin.
Basuki alias Ahok menjelaskan survei itu diadakan oleh BPS DKI dengan menggunakan dana hibah. Namun menggunakan metode berbeda dari yang distandarkan oleh BPS. Ahok menyebut surveinya itu adalah Kebutuhan Hidup Cukup (KHC) yang komponennya serupa dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
"Saya mau gunakan kebutuhan hidup layak seperti survei UMP. Berapa sih kebutuhan hidup lajang di Jakarta? Ketemulah angka 2,5 juta. Kan enggak enak pakai istilah KHL kayak UMP, makanya kami mengganti istilahnya dengan KHC, kebutuhan hidup cukup. Jadi komponennya persis dengan KHL. Waktu itu kita lakukan, orang miskin di Jakarta naik berapa persen? Tapi ini asli KTP DKI //loh yang disurvei, bukan pendatang," katanya di Balai Kota DKI, Kamis (21/7).
Ahok mengatakan survei BPS yang menyatakan angka kemiskinan meningkat 0,3 persen tergolong tidak tepat. Sebab survei itu mencampuradukan data dari warga ber-KTP DKI dan non-KTP DKI.
"Itu campur, sistemnya siapa yang diwawancara, itu campur. Bagi kami survei kami sudah lebih baik, karena orang miskin di Jakarta 17 persen," ujarnya.
(Baca Juga: Ahok: 50 Persen Warga Jakarta Hidup Pas-Pasan)