Senin 18 Jul 2016 20:30 WIB

Fahri Hamzah: DPR Berpeluang Bentuk Panja Kasus Vaksin Palsu

Fahri Hamzah
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Fahri Hamzah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR RI berpeluang membentuk panitia kerja (panja) untuk memacu kinerja pemerintah dan aparat kepolisian menyelesaikan kasus vaksin palsu, kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.

"Komisi 9 DPR dapat mengusulkan investigasi lebih lanjut dengan membentuk panja atau alat kelengkapan yang relevan," katanya kepada pers di Jakarta, Senin (18/7).

Dalam kaitan kasus vaksin palsu, dia menyatakan, pemerintah harus mampu menenangkan masyarakat yang sudah terlanjur khawatir. "Jangan sampai timbul distrust di kalangan masyarajat thd imunisasi, yang akan memberikan dampak buruk bagi pelayanan kesehatan di masa datang," katanya.

Dia juga mengingatkan pemerintah jangan langsung menyalahkan dokter dan rumah sakit. Mereka juga korban karena pemerintah tidak mengawasi dengan cermat peredaran vaksin palsu. "Mereka itu konsumen juga. Pemerintah justru harus investigasi proses masuknya vaksin palsu itu ke dalam sistem distribusi," katanya.

Setelah diimpor atau diproduksi lalu diverifikasi oleh BPOM, kemudian didistribusikan melalui ketentuan Kemenkes dan jajarannya. "Menuntut rumah sakit bukan pekerjaan mudah. Kecuali terbukti bahwa secara institusi rumah sakit itu memang terlibat sebagai bagian dari jaringan pengedaran vaksin palsu," katanya.

Politikus PKS ini menyatakan, jangan korbankan perawat, dokter, klinik dan rumah sakit, karena dalam jalur peredaran obat/vaksin, keempat unsur ini adalah pengguna. "Sampai hari ini pun, belum ada prosedur standar pengujian asli/tidaknya obat/vaksin yang dapat dilakukan oleh 'user' (dokter/RS/bidan)," katanya.

Dalam peredaran obat/vaksin palsu, produsen, distributor dan penjual yang seharusnya ditelusuri dan dalam hal ini, perlu dipertanyakan kinerja pengawasan peredaran obat/vaksin.

Selain itu, pemerintah harus menghargai proses hukum. Keputusan pemerintah mengumumkan secara luas nama-nama pengguna vaksin palsu di media massa, patut disayangkan.

"Masyarakat yang panik dan tidak paham harus bertindak apa, akhirnya main hakim sendiri. Beberapa dokter dan rumah sakit mendapat ancaman fisik," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement