REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Riau mendesak Presiden Joko Widodo jelang kedatangannya ke Siak pada 22 Juli, untuk mengembalikan lahan dan hutan milik masyarakat adat yang menurutnya telah dirampas korporasi.
"Persoalan kebakaran hutan dan lahan bukan hanya memadamkan api dan menghilangkan asap. Tapi persoalan riang kelola rakyat dan masyarakat adat yang dimonopoli perusahaan perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri," kata Koordinator AMAN Riau, Efri Subayang di Pekanbaru, Senin (18/7).
Menurutnya tanah dan hutan yang saat ini masih dimiliki, dijaga, dan dilestarikan masyarakat terbukti minim terjadi kebakaran. Oleh karena itu dia menagih janji Nawacita Presiden yang salah satunya memperluas ruang kelola rakyat.
Efri mencontohkan masyarakat adat Anak Talang di Indragiri Hulu, Riau yang berinisiatif menjaga hutan adat tersisa di Bukit Fatimah. Masyarakat berpatroli dan mengusir perambah yang masuk ke hutan larangan tersebut. "Inisiatif lainnya, masyarakat adat Talang Mamak telah menyelesaikan pemetaan wilayah tanah adatnya," ujarnya.
Talang Mamak, kata dia, juga telah melahirkan maklumat berdasarkan Gawai Gedang Januari 2013. Maklumat itu hasil kesepakatan wilayah adat Talang Mamak di Batang Cenaku dan Dubalang, maupun suku nan Anam Balai nan Tiga dengan enam maklumat dan 15 resolusi.
"Intinya mendesak pemerintah dan perusahaan agar mematuhi adat Talang Mamak dan mengembalikan kedaulatan Talang Mamak sebagai masyarakat Hukum adat yang diakui dalam hukum Indonesia," jelasnya.
Lalu, lanjut dia, ada juga masyarakat adat di Kabupaten Kampar yang menjaga hutan dengan baik di Bukit Rimbang Baling. Masyarakat itu terbukti berhasil menyelamatkan hutan meski pun dikriminalkan oleh perusahaan dan pemerintah.