REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertemuan antara perusahaan pengembang dengan anggota DPRD DKI Jakarta soal reklamasi di Teluk Jakarta dinilai hal yang wajar. Pernyataan itu disampaikan pengacara terdakwa suap reklamasi Ariesman Widjaja, Adardam Achyar.
Menurut dia, pertemuan tersebut merupakan bentuk audiensi antara anggota dewan dengan pemangku kepentingan, termasuk di dalamnya adalah perusahaan pengembang yang memiliki kepentingan karena terkait investasi yang mereka keluarkan. "Pertemuan DPRD dengan pengembang itu wajar dan tidak ada masalah, karena perusahaan juga kan perlu didengar aspirasinya. Mereka juga bagian dari masyarakat juga," katanya, usai persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (14/7).
Ariesman dalam persidangan tersebut menjadi terdakwa karena diduga menyuap anggota DPRD terkait proyek reklamasi.
Menurut Adardam, pertemuan antara pengembang dengan DPRD tak jauh berbeda dengan rapat dengan misalkan LSM yang menolak reklamasi.
Pertemuan tersebut dilakukan sebagai sarana untuk mendengar dan menyalurkan aspirasi para pemangku kepentingan terkait proyek yang diinisiasi oleh pemerintah tersebut. Kepentingan pengembang sendiri berhubungan dengan kewajiban dan investasi yang mesti dikeluarkan.
"Jadi kalau calon investor memiliki pendapat soal kontribusi tambahan 15 persen itu ya wajar-wajar saja," ujarnya.
Namun Adardam menyatakan pendapat dari pengembang tersebut bukan sebagai tuntutan atau tekanan kepada DPRD atau pemerintah agar keberatan mereka dikabulkan. Dia menegaskan Ariesman yang ketika itu masih menjabat sebagai bos perusahaan properti akan menaati apa pun keputusan eksekutif dan legislatif terkait kontribusi 15 persen.
Kliennya tidak memiliki kepentingan untuk menurunkan kontribusi tambahan pengembang dari 15 persen menjadi lim persen dari nilai jual objek pajak (NJOP) reklamasi seperti yang dipersangkakan. Sejak awal, Agung Podomoro sudah memiliki komitmen untuk mengikuti setiap aturan yang diberlakukan pemerintah.
Selain telah mengantongi seluruh izin reklamasi, perusahaan juga telah menyerahkan sejumlah properti kepada Pemerintah DKI Jakarta sebagai bagian dari kewajiban dan tanggung jawab dari izin reklamasi Pulau G. Adardam justru menyatakan Ariesman dan Agung Podomoro sesungguhnya merupakan korban dari ketidakpastian hukum dan kebijakan di Indonesia.
"Sebagai pengembang yang sudah mengantongi izin dan melakukan investasi, tentunya Agung Podomoro butuh kepastian terhadap investasinya. Tapi faktanya hal itu tidak pernah terjadi dan itu yang memicu Pak Ariesman mengalami kesalahan personal ini. Kejadian ini tidak ada kaitannya dengan keputusan Agung Podomoro sebagai korporasi," ucap dia.