Ahad 10 Jul 2016 22:03 WIB

Pengemplang Pajak Segera Bisa Manfaatkan Pengampunan Pemerintah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Joko Sadewo
Menteri keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan)menyerahkan laporan pandangan akhir pemerintah terkait RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dan RAPBN 2016 kepada Ketua DPR Ade Komarudin (kedua kanan)pada saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Sela
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Menteri keuangan Bambang Brodjonegoro (kanan)menyerahkan laporan pandangan akhir pemerintah terkait RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dan RAPBN 2016 kepada Ketua DPR Ade Komarudin (kedua kanan)pada saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Sela

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementeria Keuangan segera menerbitkan peraturan pendukung pasca disahkannya Undang-Undang Pengampunan Pajak. Pasca terbit, mereka yang ingin memanfaatkan fasilitas ini dipersilakan.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara menyampaikan  Kementerian Keuangan menyiapkan semua yang diperlukan terkait pengampunan pajak. Secara khusus, persiapan operasional dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

''Aturan pelaksanaan akan dikeluarkan segera pekan depan ini. Sesudah itu, yang ingin partisipasi memanfaatkan pengampunan ini dipersilakan mengikutinya,'' ungkap Suahasil melalui pesan aplikasi online, Ahad (10/7).

Soal peraturan apa saja yang disiapkan, ia menyatakan ada macam-macam peraturan. Ada yang berkaitan dengan instrumen investasi, tentang mekanisme pelayanan oleh petugas pajak, formulir-formulir yang diperlukan, ada soal strategi komunikasi dan sosialisasi, serta hal-hal terkait lainnya.

Soal apakah instrumen keuangan syariah juga masuk dalam instrumen yang bisa menampung dana repatriasi, Suahasil menyatakan bisa. ''Sukuk ritel (sukri) juga bisa,'' ujar Suahasil.

Akhir Juni lalu, Menteri Keuangan menyatakan penerapan kebijakan pengampunan pajak akan dilaksanakan usai Idul Fitri. Selain tim teknis, pemerintah juga menyiapkan peraturan teknis pendukung implementasi kebijakan ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement