REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembatalan 3.143 peraturan daerah (perda) yang dilakukan pemerintah harus dilakukan secara akuntabel dan transparan. Bagaimanapun, produk hukum perda merupakan perwujudan produk legislasi dari kedaulatan rakyat di daerah melalui DPRD dan kepala daerah yang semuanya produk pemilihan langsung oleh rakyat.
"Untuk memenuhi prinsip transparansi, pemerintah pusat harus merinci apa saja perda yang telah dibatalkan," ujar Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI Reni Marlinawati, Sabtu (18/6).
PPP pun mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menjelaskan kepada masyarakat tentang perda-perda yang dibatalkan tersebut. Masyarakat berhak mengetahuinya. Hal ini penting terkait dengan prosedur hukum yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dan DPRD untuk menggelar sidang paripurna dengan mengagendakan pencabutan peraturan tersebut secara legal-formal.
Reni mengatakan pemerintah semestinya juga menerbitkan produk hukum saat membatalkan perda tersebut, bisa berupa peraturan residen (perpres). Produk hukum tersebut sebagai perwujudan administrasi negara di satu sisi.
"Di sisi lain, dengan adanya produk hukum pembatalan perda tersebut, pemda atau masyarakat luas memiliki hak untuk melakukan uji materi terhadap produk hukum tersebut ke Mahkamah Agung (MA)," kata dia. MA memilki kewenangan menguji peraturan perundangan-undangan di bawah UU terhadap UU (Pasal 24A ayat 1 UUD 1945).