REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarawan dan tokoh Betawi, Ridwan Saidi mengaku kesal dengan sikap Saiful Mujani yang tiba-tiba mempersoalkan sila pertama dalam Pancasila. Menurutnya semua pihak dan elemen bangsa di negara ini sepakat Pancasila sudah final, tidak perlu diubah kembali.
"Apa urusannya si Saiful Mujani itu tiba-tiba mempersoalkan sila pertama hanya berdasarkan survei yang dia buat. Kita sudah sepakat Pancasila dengan urutan silanya sesuatu yang final, tidak perlu dipersoalkan lagi,\" kata Ridwan Saidi kepada wartawan, Jumat (15/7/2022).
Ridwan yang akrab disapa Babe ini mengaku kesal, survei yang dilakukan lembaga Saiful Mujani itu malah justru menyudutkan Islam hanya karena soal perda syariat. Menurut dia, kalaupun di daerah ada perda syariat itu juga karena adat dan budaya di wilayah itu kental dengan nilai Islam, maka perda itu mengatur umat Islam.
Ridwan juga heran dengan Lembaga Survei Saiful Mujani ini tiba-tiba mempersoalkan Perda Syariah. Ia menduga apakah memang sengaja ada titipan agar ini dimunculkan kembali dan mempersoalkan kembali sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa di Pancasila.
"Kalau yang survei dari pemerintah atau perguruan tinggi mungkin bisa jadi diperhitungkan, kalau dari dia tujuan dia apa?. Apalagi sampai mempertanyakan sila pertama, Pancasila seolah mau dia ganti," ujar Ridwan Saidi.
Ridwan menyarankan Saiful Mujani cari tema survei yang lebih bermanfaat ketimbang hanya membuat gaduh masyarakat. "Coba buat survei tema lain yang lebih relevan saat ini dibicarakan, banyak masalah hukum, ekonomi dan politik yang jadi sorotan publik. Jadi buat apa sebenarnya suvei seperti ini?" terangnya.
Karena ia menegaskan kembali Pancasila sudah final, tinggal dijalankan saja oleh pemerintah dan masyarakat. Jadi kalau ada yang mempersoalkan lagi sebetulnya hanya cari perhatian, dan ditanggapi biasa saja. "Buat saya ini dah final buat apa Pancasila ditanggapi, yang penting pemerintah sudah menjalankan belum Pancasila itu, sudah itu saja," jelasnya
Sebelumnya dalam survei Saiful Mujani dia mengatakan dengan banyaknya aturan syariat di Indonesia maka sila pertama, Ketuhanan yang Maha-Esa hanya berlaku bagi agama Islam saja. Saiful melihat bahwa Pancasila, khususnya sila pertama, Ketuhanan yang Maha-Esa, sering dijadikan dasar bagi proses syariatisasi tersebut
"Ini membuat sila pertama Pancasila kehilangan kemampuan untuk menampung keragaman agama yang ada di Indonesia," katanya dalam program Bedah Politik episode “Ketuhanan Maha Esa Hanya Menurut Islam?” di kanal Youtube SMRC TV, pada Kamis, (14/7/2022).
Saiful menjelaskan temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), pada Mei 2022. Dalam survei itu melacak seberapa setuju atau tidak setuju masyarakat dengan tiga pendapat yang muncul mengenai sila pertama Pancasila.
Pertama, kehidupan berbangsa dan bernegara Republik Indonesia harus berdasar pada Ketuhanan yang Maha-Esa sebagaimana diyakini oleh pemeluk agama Islam. Dia mengungkapkan yang setuju atau sangat setuju dengan pandangan ini sebanyak 44,4 persen.
Sementara yang tidak setuju atau sangat tidak setuju dengan pandangan tersebut, sebesar 51,7 persen. Masih ada 3,9 persen yang tidak menjawab. "Masih cukup besar di dalam masyarakat yang melihat Ketuhanan yang Maha-Esa tidak cukup jadi dasar sebuah pluralisme dalam kehidupan beragama di Indonesia," katanya.