REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komitmen pemerintah dan DPR untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi angin segar dalam pencegahan dan perlindungan dari kekerasan seksual di Indonesia. Pembahasan RUU ini semakin mendesak, mengingat kasus kekerasan seksual terutama kepada perempuan semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Bahkan yang memperihatinkan pola kekerasannya semakin sadis dan biadab. Komite III DPD meminta masukan masyarakat demi kesempurnaan RUU ini sebelum disahkan menjadi undang-undang.
"Semua berharap RUU ini menjadi payung hukum komprehensif untuk melindungi perempuan Indonesia dari segala bentuk kekerasan seksual," ujar Waki Ketua Komite III DPD Fahira Idris dalam keterangan pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (10/6).
Ada juga masukan masyarakat yang menyatakan agar RUU ini juga mengatur perlindungan jika ada lelaki yang menjadi korban kekerasan seksual. "Mereka minta RUU ini melindungi semua warga negara dari kekerasan seksual,” kata dia.
Usul masyarakat ini perlu juga menjadi bahan pertimbangan pemerintah dan DPR, apa perlu dimasukkan atau seperti apa. Karena, tujuan dari dibuatnya RUU ini adalah untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual.
Selain itu, menurut masyarakat, fakta di lapangan memang ada laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual baik secara fisik maupun psikologis. Misalnya permintaan, ajakan, penghinaaan atau celaan yang bersifat seksual, tetapi jumlah korbannya memang tidak sebanyak perempuan.
Fahira menyebut Kekerasan seksual, baik korban maupun pelakunya tidak mengenal siapa saja entah itu jenis kelamin, usia, bahkan profesi. Makanya semua warga negara harus terlindungi dengan hadirnya undang-undang ini.