REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) merekomendasikan dan mendesak pemerintah untuk segera menghapus dan memblokir situs-situs berbau pornografi dan kekerasan di YouTube dan Google.
"Situs ini telah secara bebas untuk menebarkan konten-konten pornografi dan kekerasan tanpa kontrol sedikit pun. Google dan Youtube telah memberikan dampak negatif bagi Indonesia jika mereka tidak dapat mengontrol situs-situs yang mereka unggah untuk masyarakat," ungkap Sekjen ICMI Jafar Hafsah dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (7/6).
Menurut Jafar, jika Youtube dan Google menolak untuk mengontrol situs mereka, dua situs itu layak diblokir. Jutaan konten pornografi dan kekerasan ada di situs tersebut.
"Beberapa waktu lalu Google dan Youtube berhasil memblokir, menghapus, dan menekan berita dan video radikalisme, mengapa pada saat ini Google dan Youtube enggan menghapus konten-konten mereka yang berbau pornografi dan kekerasan," kritiknya.
Rekomendasi ICMI ini, lanjut Jafar, diperkuat oleh kondisi belakangan ini. Hampir semua pelaku pornografi dan kejahatan seksual mengaku mendapatkan rangsangan dan inspirasi dari tayangan porno yang bersumber dari Google dan Youtube yang sangat mudah diakses, baik melalui komputer atau pun telepon genggam.
Pemberantasan konten internet harus secara revolusioner, termasuk untuk menutup Google dan Youtube untuk tayang di Indonesia jika mereka menolak pemblokiran.
Berdasarkan penelusuran tim riset ICMI pada situs Youtube dan Google, pada rentang waktu 2010-2016, Indonesia merupakan negara pengakses terbesar kedua situs tersebut. Yang memprihatinkan, konten porno merupakan kata kunci yang paling banyak diakses dibandingkan konten pendidikan, ekonomi, agama, dan sosial politik.
"Teknologi informasi semakin maju di Indonesia, tapi kita tidak mengantisipasi secara serius dampak negatif dari kemajuan teknologi itu, dari sosial, masyarakat, dan perubahan gaya hidup yang mungkin ditimbulkan," jelas Jafar.
"Negara harus hadir pada persoalan yang sangat mendasar ini. Harus ada peraturan dan perundang-undangan yang tegas untuk mengatur permalahan tersebut. Begitu pula adanya sosialisasi dan pengawasan tegas kepada industri dunia maya," tambahnya
Pertimbangan lainnya, Google, YouTube, Twitter, dan Facebook, telah mendapatan keuntungan yang besar dari Indonesia tanpa membayar pajak sepeser pun untuk pembangunan Indonesia. Ini tidak adil bagi industri e-commerce dalam negeri yang dikenakan pajak.
Terkait konten-konten internet dan teknologi informasi tersebut, ICMI menyatakan, Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar sudah saatnya berdaulat dengan memiliki mesin pencari dan media sosial sendiri yang merupakan buatan anak bangsa sendiri.
"Saya yakin inovator Indonesia mampu membuat mesin pencari seperti Google dan Youtube yang lebih baik. Tentu dengan dukungan pemerintah," kata Jafar.