REPUBLIKA.CO.ID, Berdasarkan data UNESCO pada 2015 lalu, hanya ada satu dari 1.000 penduduk Indonesia yang gemar membaca. Dari banyaknya faktor yang mungkin melatarbelakangi, sastrawan senior Ahmad Tohari menilai setidaknya ada dua warisan budaya yang turut memengaruhi rendahnya minat baca masyarakat Indonesia.
Salah satu 'warisan' budaya yang dinilai Tohari masih kental berada di tengah masyarakat ialah budaya tutur. Akibat mengakarnya budaya tutur ini, Tohari mengatakan budaya menulis jadi terkesampingkan. Tohari meniai kondisi ini membuat tingkat literasi masyarakat tak berkembang.
"Berabad-abad kita lebih mengutamakan tutur dan merasa cukup dengan budaya tutur itu. Jadi, sampai sekarang kita menjadi sangat rendah literasinya," terang Tohari kepada Republika.co.id saat ditemui dalam Pekan Sastra di Binus Intenational School, Serpong.
Warisan budaya lain yang dinilai Tohari memengaruhi rendahnya minat baca masyarakat Indonesia ialah adanya eksklusivitas buku. Di mana hanya kelompok berada saja yang memiliki akses luas terhadap literasi. Di masa lalu, Tohari mengatakan literasi seakan hanya menjadi hak bagi kaum ningrat dan kelompok elit.
Meski saat ini sudah tak ada lagi label kasta, Tohari melihat nilai dari budaya tersebut masih terwarisi hingga saat ini. Pasalnya, akses terhadap literasi saat ini tak secara merata dimiliki oleh setiap masarakat. "Ini juga warisan budaya yang buruk. Ini juga harus kita atasi sekarang," lanjut Tohari.
Untuk menumbuhkan minat baca masyarakat, Tohari menilai orang tua memegang peranan yang sangat besar. Sayangnya, Tohari melihat jarang orang tua yang menyadari hal ini dan lebih memilih menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan anak, termasuk literasi, kepada sekolah.
Padahal orang tua cukup melakukan hal sederhana untuk mulai mwnumbuhkan minat baca sejak dini. Salah satu hal sederhana yang bisa dilakukan orang tua, lanjut Tohari, ialah memberi contoh dengan menjadi orang tua yang gemar membaca.
Selain itu, dia pun menilai kedua orang tua perlu menyediakan perpustakaan keluarga yang sederhana bagi anak. Orang tua, tambah Tohari, perlu menyesuaikan buku-buku yang mengisi perpustakan keluarga ini dengan usia dan tahap tumbuh kembang anak. "Karena kurang sekali orang tua yang memberikan contoh sebagai orang tua yang (gemar) membaca buku," jelas Tohari.