REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Presiden Joko Widodo perlu merumuskan manfaat koalisi besar yang sedang dibangun, terutama dengan masuknya Partai Golkar di bawah kepemimpinan Setya Novanto sebagai anggota Koalisi Partai Pendukung Pemerintah.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Fadly Nurzal mengatakan pihaknya meyambut baik bergabungnya Partai Golkar dalam Koalisi Partai Pendukung Pemerintah (KPPP). Keikutsertaan Partai Golkar dalam KPPP tersebut sesuai dengan harapan PPP yakni terciptanya pemerintahan yang kuat.
Namun PPP berkeinginan pemerintahan yang kuat tersebut harus berdampak terhadap percepatan pemanfaatan pembangunan bagi rakyat. "Kalau tidak koalisi besar ini hanya akan menjadi tontonan rakyat yang diikuti dengan kekecewaan, bahkan caci maki," katanya, Ahad (29/5).
Karena itu, PPP berharap Presiden Joko Widodo bersama elemen KPPP segera merumuskan secara konkrit tentang manfaat langsung koalisi besar tersebut. Menurut Fadly, pihaknya menilai bergabungnya Partai Golkar tersebut sebagai langkah terukur yang dibutuhkan oleh kedua belah pihak, baik pemerintah mau pun Partai Golkar sendiri.
Bagi pemerintah, kehadiran Partai Golkar diharapkan berdampak pada stabilitas pemerintahan dalam melakukan berbagai langkah dan kebijakan yang diprogramkan. Sedangkan bagi Partai Golkar, keputusan tersebut bagian dari upaya menjaga "tren kekuasaan" yang selama ini menjadi warna politik parpol berlambang pohon beringin tersebut.
"Apapun itu, tentulah berdampak positif buat dinamika politik kita," katanya.
Selain itu, kata Fadly, PPP menilai perkembangan itu sebagai sesuatu yang wajar dalam politik, termasuk jika Partai Golkar nantinya masuk dalam Kabinet Kerja. Namun, PPP bergabung sebagai pendukung pemerintah sebagai bentuk tanggung jawab politik yang didasari kepentingan terciptanya stabilitas politik.
Bagi PPP, stabilitas tersebut sangat dibutuhkan untuk menciptakan kepastian dalam pembangunan, tanpa menyingkirkan makna demokrasi sebagai "check and balances".
Karena itu, kehadiran PPP sebagai pendukung pemerintah berbeda dengan Partai Golkar disebabkan kehadiran parpol berlambang Ka'bah tersebut di saat pemerintah masih dalam upaya awal melakukan langkah stabilitas politik.