REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menganggap, masih banyaknya perangkat pengadilan yang terlibat kasus korupsi sebagai masalah bersama. Maka dari itu, akan lebih baik jika DPR dan Presiden duduk bersama untuk melakukan reformasi secara mendasar di tubuh Mahkamah Agung (MA) agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
"Ini masalah negara, masalah kita bersama. Ya mari kemudian teman-teman DPR ketemu dengan presiden untuk melakukan reformasi secara mendasar di MA karena kejadiannya terlalu banyak. Kalau kejadian seperti itu kan seperti kita bilang itu gunung esnya ya kan? Berarti kan banyak sekali," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo di Jakarta, Kamis (26/5).
Agus melanjutkan, jika dilihat dari gaji yang digelontorkan negara untuk para pelaksana peradilan, mestinya tidak ada lagi perangkat pengadilan yang melakukan korupsi. Maka dari itu, berulangnya kejadian serupa harus dilihat dari sisi lain, seperti rekrutmen hakim dan penanganan perkara yang mestinya bisa dilakukan dengan lebih transparan.
"Kalau dari sisi pendapatan gaji rasanya dengan kemampuan negara hari ini rasanya sudah cukup. Tapi kok mereka masih melakukan itu. Itu berarti kan mengenai rekrutmen hakim, mengenai rotasi, mutasi, mengenai penanganan perkara yang harus lebih transparan. Itu kan penting ya kan?" ucap Agus.
Seperti diberitakan sebelumnya, dalam catatan Komisi Yudisial (KY), sejak bulan Januari 2016, sampai dengan hari ini, sudah sekitar 11 aparat pengadilan yang teebelit kasus korupsi. Kesebelas perangkat pengadillan tersebut terdiri dari 3 pejabat pengadilan dan 8 Hakim. Itu pun baru yang diketahui karena kasusnya muncul ke publik atau media. Belum lagi kasus-kasus yang tidak terjangkau publikasi.