REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR Abdul Malik Haramain mengapresiasi penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Kami mengapresisasi Perppu tersebut dan FPKB akan mendukung agar Perppu diterima di sidang paripurna DPR," katanya, Kamis (26/5).
Politikus PKB itu menilai pemberatan hukuman dalam Perppu itu hingga hukuman maksimal mati dan hukuman tambahan dalam bentuk kebiri serta denda hingga lima miliar rupiah akan menimbulkan efek jera.
"Menurut saya hukuman kebiri tidak melanggar HAM karena semua pemberatan hukuman itu melalui proses hukum di pengadilan," ujarnya.
Dia menjelaskan tidak semua pelaku akan mendapat hukuman kebiri. Hal itu menurut dia tentu yang melakukan kejahatan berulang-ulang dan menyebabkan korban meninggal.
"Semangat hukuman kebiri di samping membuat efek jera, juga untuk mengantisipasi kemungkinan terjadi kejahatan berulang," katanya.
Sebelumnya, Presiden menandatangani Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Perppu ini dimaksudkan untuk mengatasi kegentingan yang diakibatkan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak yang makin meningkat secara signifikan," kata Presiden Joko Widodo dalam jumpa pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/5) sore.
Presiden mengatakan lingkup Perppu Nomor 1/2016 itu mengatur pemberatan pidana dan atau pidana tambahan serta tindakan lain bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dan pencabulan dengan syarat-syarat tertentu.
Pemerintah menjelaskan pemberatan pidana yang dimaksud, yaitu penambahan sepertiga hukuman dari ancaman pidana, pidana mati, pidana seumur hidup serta pidana penjara dengan masa hukuman paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Pemerintah juga telah memutuskan menambah pidana kebiri kimia bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak-anak dalam Perppu tersebut.