Selasa 24 May 2016 10:36 WIB

Usai Sempat Mangkir, Sekretaris MA Penuhi Panggilan KPK Hari Ini

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Angga Indrawan
KPK
KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman memenuhi panggilan pemeriksaaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (24/5). Setelah mangkir pada pemanggilan Jumat (20/5) lalu, Nurhadi datang ke Gedung KPK sekitar pukul 09.55 WIB.

Ia yang mengenakan kemeja batik coklat itu tampak buru-buru masuk ke lobi Gedung KPK dan tidak banyak komentar kepada para awak media yang menanyainya. "Nanti ya nanti. Waktunya mepet," kata Nurhadi saat bergegas masuk ke Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5).

Adapun dalam jadwal yang dirilis KPK hari ini, KPK kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman. Ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali (PK) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka DAS (Doddy Ariyanto Supeno)," kata Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi.

KPK memanggil Nurhadi dalam kasus ini lantaran ia dinilai mengetahui perkara-perkara yang berkaitan dengan kasus dugaan suap yang telah menjerat Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.

Nurhadi juga telah diminta KPK untuk dicegah berpergian ke luar negeri dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Bahkan, ruangan kerjanya di MA dan kediamannya telah digeledah KPK dan ditemukan uang senilai Rp 1,7 miliar.

Dalam kasus suap PN Jakpus, diketahui KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka pasca operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu (20/4) lalu. Keduanya, yakni Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.

Dari operasi itu, KPK menemukan uang Rp 50 juta dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu yang ditengarai sebagai uang 'pelicin' terkait pendaftaran atau pengajuan perkara peninjauan kembali (PK) di PN Jakarta Pusat.

KPK kemudian menjerat Doddy selaku pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara Edy sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1‎ KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement