REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta selama ini terbilang aktif menyuarakan penolakannya terhadap proyek reklamasi Teluk Jakarta. Sejak tahun lalu, lembaga itu sudah beberapa kali melayangkan gugatan terkait megaproyek benilai ratusan triliun rupiah tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Salah satunya yang paling menyedot perhatian publik adalah gugatan mereka atas izin reklamasi Pulau G yang diberikan Gubernur Basuki T Purnama (Ahok) kepada PT Muara Wisesa Samudra (anak perusahaan Agung Podomoro Group) pada 2014.
Di sisi lain, pada kasus reklamasi Pulau C dan D yang dikerjakan oleh PT Kapuk Naga Indah (anak perusahaan Agung Sedayu Group), LBH Jakarta tidak pernah melakukan upaya hukum serupa. Padahal, saat ini kedua pulau buatan itu sudah hampir rampung pengerjaannya.
Menanggapi hal tersebut, pengacara publik dari LBH Jakarta, Tigor Hutapea mengatakan, gugatan hukum terkait izin reklamasi Pulau C dan D saat ini sudah tidak mungkin lagi diajukan ke PTUN. Alasannya, surat keputusan (SK) izin pelaksanaan proyek tersebut diterbitkan pada 2012 oleh Fauzi Bowo (Foke), gubernur DKI Jakarta ketika itu. Sementara, menurut undang-undang, gugatan ke PTUN hanya bisa diajukan pemohon dalam waktu maksimal 90 hari, terhitung sejak SK itu dikeluarkan gubernur.
"Jadi, izin pelaksanaan Pulau C dan D tidak mungkin lagi kami gugat ke PTUN sekarang, karena masa pengajuan gugatannya sudah kedaluwarsa," ujar Tigor kepada wartawan di Jakarta, Ahad (22/5).
Kendati demikian, kata dia, LBH Jakarta tetap akan mengambil upaya hukum lain untuk memperkarakan proyek tersebut ke meja hijau. Caranya adalah dengan melayangkan gugatan perdata atas kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pembangunan Pulau C dan D ke pengadilan negeri (PN).
"Saat ini kami masih mengkaji kerusakan ekologis akibat reklamasi Pulau C dan D, termasuk soal amdalnya (analisis mengenai dampak lingkungan). Data-data itu terus kami kumpulkan, sehingga nanti bisa dijadikan alat bukti yang kuat di pengadilan," ucap Tigor.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menyegel Pulau C, D, dan G sebagai tindak lanjut dari kebijakan moratorium proyek reklamasi Teluk Jakarta. Menurut Siti, langkah itu diambil lantaran instansinya menemukan banyaknya pelanggaran dalam pembangunan pulau-pulau tersebut.
Di antara pelanggaran itu adalah tidak ditaatinya amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) oleh para pengembang reklamasi. "Pelanggaran fisik harus diperbaiki dan amdal juga harus diubah. Dengan begitu, izin lingkungan dari gubernur DKI harus diubah juga," ujar Siti, Rabu (11/5) lalu.