REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta akan memberikan putusan terhadap gugatan izin reklamasi Pulau G, pada Selasa (31/5) mendatang.
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta berharap kesaksian ahli terkait dampak lingkungan yang akan ditimbulkan dari proyek reklamasi harus benar-benar dipertimbangkan.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Tigor Hutapea mengatakan menurut salah satu saksi ahli, Alan Koropitan, keberadaan reklamasi Jakarta akan membuat sedimentasi yang terjadi di Teluk Jakarta menjadi semakin parah, 50 sentimeter pertahunnya.
"Konsekuensinya, Jakarta akan terendam banjir ketika 13 aliran sungai yang mengalir ke Teluk Jakarta terhambat alirannya," ujarnya di Jakarta, Ahad (22/5).
Logam berat yang ada di Teluk Jakarta sejak adanya pembangunan masif dari 1970 akan mengumpul di Teluk Jakarta. Sebab kemampuan arus laut untuk mencuci secara alamiah akan jauh berkurang setelah adanya proyek reklamasi.
"Akibatnya, Teluk Jakarta akan menjadi comberan berisikan limbah mengandung logam berat," katanya.
Tak hanya kerugian dari sisi lingkungan, pelanggaran prosedural dari diterbitkannya izin pelaksanaan reklamasi jelas terjadi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007, izin pelaksanaan reklamasi tidak dapat dikeluarkan dengan hanya didasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), tetapi harus didasarkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
Dalam hal ini, kata Tigor, seharusnya izin pelaksanaan reklamasi Pulau G tidak dapat diterbitkan karena sampai saat ini, Provinsi DKI Jakarta belum memiliki Peraturan Daerah RZWP3K.
"Pelaksanaan reklamasi tidak sah karena dilakukan secara tidak transparan dan partisipatif sebagaimana disampaikan oleh para nelayan pada proses persidangan," kata Tigor.
Pelaksanaan reklamasi tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.