Ahad 22 May 2016 01:46 WIB

Jokowi Diingatkan Koalisi Gemuk Berpotensi Gaduh

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Indira Rezkisari
 Ketua Umum Parta Golkar Setya Novanto berpidato saat penutupan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golongan Karya di Nusa Dua, Bali, Selasa (17/5). (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/Yasin Habibi
Ketua Umum Parta Golkar Setya Novanto berpidato saat penutupan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golongan Karya di Nusa Dua, Bali, Selasa (17/5). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Poltracking Indonesia Hanta Yuda menilai, bergabungnya Partai Golkar ke koalisi pemerintah akan menjadi tantangan tersendiri bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tantangan yang dimaksud Hanta adalah bagaimana Jokowi membangun relasi kekuasaan dimana persentase dukungan kepada pemerintah  mencapai angka 70 persen.

Apalagi, seluruh partai yang berada di koalisi tersebut tentunya masing-masing memiliki keinginan yang berbeda. Maka dari itu, persilangan kepentingan antarpartai akan semakin besar. Bukan tidak mungkin, keadaan tersebut bisa menyebabkan konflik di internal koalisi.

"Solusinya terampil mengelola bandul di dalam koalisi itu, bagaiman pola koalisinya apakah perlu dikelola seperti apa. Karena pasti ada suara yang menginginkan Jokowi, tapi kalau yang lama pengennya Ibu Mega," kata Hanta di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (21/5).

Hanta melanjutkan, jika Jokowi gagal mengelola koalisi yang semakin gemuk juga bukan tidak mungkin akan membuat peta politik kembali mengalami kegaduhan. Bahkan, bukan tidak mungkin koalisi tersebut terpecah menjadi tiga bagian.

"Kalau pandai mengelola (koalisi yang gemuk) ini akan menjadi bagus. Tapi kalau gagal mengelola koalisi ini bisa terpecah ke dalam tiga kutub yakni kutub istana, kutub koalisi lama dan kutub koalisi baru. Tinggal bagaimana apakah koalisi ini akan dilembagakan atau dibiarkan seperti ini," ucap Hanta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement