REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Andi Muttaqien menyatakan Rancangan KUHP yang saat ini tengah dibahas bisa berefek lebih kejam dibanding UU yang ada saat ini.
Ia menilai Rancangan KUHP itu selain menampung seluruh tindak pidana yang telah ditetapkan di Indonesia, juga memasukk an jenis-jenis pidana baru.
"Ada delik yang diperluas sehingga mengancam hak-hak sipil. Sedikitnya ada 26 ketentuan yang penting dicermati pemerintah bersama DPR," katanya di Jakarta, Kamis (19/5).
Andi mencontohkan pengaturan tindak pidana makar yang diatur dalam Pasal 222-227 Rancangan KUHP yang justru menghidupkan kembali UU Subversif. Pasal-pasal tersebut dianggap dapat dijadikan alat oleh penguasa untuk mengekang warga negara.
"Banyak pasal-pasal yang represif seperti tindak pidana makar, penghinaan terhadap pemerintah, kejahatan terhadap ideologi negara. Jadi, UU Subversif yang telah dicabut saat reformasi dihidupkan kembali dalam RKUHP, demonstrasi biasa saja bisa dianggap makar," jelasnya.
Selanjutnya, Andi mengatakan pasal soal ideologi negara yang pengaturannya sangat lentur dan bisa dilakukan secara serampangan oleh penegak hukum. Akademisi yang mendiskusikan ideologi yang berkembang di dunia bisa dipidana.
"Ini ada potensi menjadi lebih keras dan kejam dibanding UU yang ada saat ini yang merupakan adopsi dari UU kolonial dan mengakibatkan hukum yang membabi buta," ujarnya.
Seperti diketahui, saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas RUU KUHP yang dimulai dengan pembahasan Buku I dan ditargetkan pertengahan tahun ini akan rampung.
Setelah perumusan ulang dan pembahasan Buku I disepakati, akan dilanjutkan dengan pembahasan Buku II RUU KUHP yang akan mengatur mengenai tindak pidana beserta ancaman pidananya yang memuat lebih dari 555 pasal oleh Panja Komisi III.