REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial akan diminta oleh kuasa hukum Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk memantau kasus gugatan pemecatan Fahri Hamzah sebagai anggota PKS karena majelis hakim kasus tersebut diduga melanggar etika profesi.
"Kita juga meminta Komisi Yudisial memantau jalannya persidangan kasus ini," kata kuasa hukum PKS, Zainuddin Paru, dalam rilis di Jakarta, Senin (16/5).
Menurut Zainuddin, hal itu dilakukan karena pihaknya mempertanyakan putusan sela yang diambil begitu saja tanpa menunggu tanggapan pihak tergugat. Padahal, lanjutnya, dalam persidangan pekan lalu (Senin, 9/5) jelas-jelas majelis hakim menyatakan akan mengambil keputusan atas ajuan provisi itu setelah mendengarkan tanggapan dari pihak tergugat.
"Pada persidangan pekan lalu jelas di persidangan Majelis Hakim menyatakan belum bisa menyampaikan putusan sela karena harus terlebih dahulu mendengar jawaban dari pihak tergugat. Tapi kenapa hari ini tiba-tiba berubah?" jelas Zainuddin.
Zainuddin juga menyatakan, permohonan provisi yang diajukan tergugat tidak berkaitan dengan gugatan dalam persidangan, karena keputusan pemecatan FH adalah keputusan partai.
Sementara dalam sidang perdata kali ini, FH melakukan gugatan terhadap individu dari masing-masing pimpinan DPP PKS yang tergabung dalam Majelis Tahkim.
"Keanehan lainnya, majelis hakim menjadikan status quo semua yang diajukan DPP PKS. Padahal pokok gugatan adalah personal. Itu gugatan terhadap pribadi, orang per orang, sementara putusan yang dikeluarkan adalah putusan institusi atau lembaga," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, PKS menyatakan bakal mengajukan banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan provisi (tindakan sementara) gugatan perdata pemecatan Fahri Hamzah.
"Atas putusan pengadilan hari ini dalam gugatan perdata saudara Fahri Hamzah, kami akan mengajukan banding," kata kuasa hukum DPP PKS Zainuddin Paru.
Langkah untuk mengajukan banding tersebut, diungkapkan oleh Zainuddin setelah pengadilan memutuskan untuk memberlakukan status quo dalam keputusan serta proses oleh DPP PKS, Majelis Tahkim PKS, dan Badan Penegak Disiplin Organisasi terkait dengan status Fahri di DPR dan partai.