Kamis 12 May 2016 15:11 WIB

Pakar Unpad Usulkan Bank Tanah untuk Atasi Penggusuran

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Achmad Syalaby
Bernhard Limbong
Foto: Republika/Prayogi
Bernhard Limbong

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masalah pertanahan dinilai selalu menjadi isu aktual dan salah satu persoalan kompleks seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kemajuan pembangunan. Salah satu masalah pertanahan yang rumit dalam empat dekade terakhir ialah mengenai pengadaan tanah (pembebasan lahan) untuk pembangunan bagi kepentingan umum. 

Salah satu penyebab utama kesulitan pemerintah dalam pengadaan tanah untuk pembangunan yakni karena terjadinya pegeseran makna dan nilai tanah. Pergeseran ini lantas memicu timbulnya liberalisasi tanah. Akibatnya, pelaksanaan pembangunan terhambat karena melambungnya harga tanah dan kurangnya persediaan tanah untuk kebutuhan pembangunan. 

Untuk itu, Indonesia membutuhkan instrumen, metode, dan strategi lain yang mampu menyelesaikan masalah secara mendasar. Di titik itulah letak urgensi penerapan konsep bank tanah di Indonesia. 

Pakar tanah dari Universitas Padjadjaran Bernhard Limbong mengatakan substansi bank tanah ialah pencadangan tanah terutama bagi pemerintah untuk kebutuhan pembangunan di masa mendatang. "Bank tanah dapat menjamin ketersediaan tanah untuk kebutuhan pembangunan," ujarnya dalam konferensi pers bertema Indonesia Butuh Bank Tanah di Jakarta, Kamis (12/5).

Konsep bank tanah tidak jauh berbeda dengan bank konvensional. Bank konvensional menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito tabungan, dan simpanan dari masyarakat kemudian mengembalikan kembali ke masyarakat yang membutuhkan dana melalui penjualan jasa keuangan. Sementara bank tanah menghimpun tanah dari masyarakat terutama yang ditelantarkan dan tanah negara yang belum digunakan. 

Selanjutnya, tanah yang dihimpun tersebut dikembangkan dan distribusikan kembali sesuai rencana penggunaan tanah atau disewakan kepada masyarakat. Sederhananya, kata Limbong, bank tanah merupakan sarana manajemen tanah dalam rangka pemanfaatan dan penggunaan tanah menjadi lebih produktif. 

Bank tanah mengacu pada proses akuisisi tanah masyarakat yang belum dikembangkan atau tidak produktif untuk tujuan pengembangan di masa mendatang. Melalui bank tanah, pemerintah dapat memberi pengaruh pada kebijakan yanh berimplikasi spasial, baik dalam persoalan infrastruktur, lingkungan, ataupun pertanian. 

Bank yanah memungkinkan pemerintah pusat atau daerah memperoleh dan menghimpun tanah untuk rujuan strategis jangka pendek dan jangka panjang. "Bank tanah tidak menggantikan fungsi pasar tanah terbuka, melainkan mengambil langkah-langkah penting ketika pasar tanah berada dalam kondisi tidak efektif atau gagal," kata Limbong. 

Bank tanah juga tidak menggantikan perencanaan tata guna tanah melainkan memperoleh persediaan tanah yang ditelantarkan dan mambuatnya tersedia untuk perencanaan. Limbong menyebut dalam pelaksanaannya, bank tanah dapat dijalankan oleh lembaga publik dan organisasi swasta atau kombinasi dari keduanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement