REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selesai menjalani pemeriksaaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah Reklamasi Teluk Jakarta.
Usai diperiksa selama hampir delapan jam, Ahok irit bicara kepada para awak dia. Namun, ia sempat menyebut nama mantan Gubernur DKI Jakarta periode sebelumnya Fauzi Bowo (Foke) saat ditanyai perihal izin reklamasi.
"(Izin) sejak zaman Foke," kata Ahok usai keluar Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/5).
Ahok mengatakan, Foke merupakan Gubernur DKI pertama yang mengeluarkan izin, baik izin prinsip dan izin pelaksanaan reklamasi, kepada perusahaan-perusahaan pengembang. Foke juga yang memberi 17 izin prinsip reklamasi terhadap perusahaan pengembang.
Sementara, izin pelaksanaan baru dilakukan diberikan kepada tiga pengembang yakni kepada PT. Kapuk Naga Indah (KNI), anak perusahaan Agung Sedayu Group, untuk mereklamasi Pulau C, D, dan E.
Sedangkan, di zaman kepemimpinannya saat ini, Ahok mengeluarkan izin pelaksanaan kepada lima perusahaan pengembang, yaitu PT. Jakarta Propertindo (Pulau F), PT. Muara Wisesa Samudera (anak perusahaan APL) (Pulau G), PT. Taman Harapan Indah (Pulau H), PT. Jaladri Eka Paksi (Pulau I), dan PT. Pembangunan Jaya Ancol (Pulau K).
Adapun pemeriksaan kali ini, Ahok keluar Gedung KPK sekitar pukul 17.50 WIB sejak masuk awal pukul 09.40 WIB. Ia mengaku dicecar penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pembahasan dua Rancangan Peraturan Daerah Reklamasi Teluk Jakarta.
"Pokoknya saya diminta (keterangan) untuk melengkapi berkas untuk Pak Ariesman, Sanusi dan Pak Trinanda 3," tegasnya.
Ia mengatakan, keterangannya diperlukan guna mendalami kasus dugaan suap yang menyeret Ketua Komisi D DPRD DKI tersebut. Namun, Ahok tak merinci keterangannya yang diberikan kepada penyidik KPK.
"(Kasus) tiga tersangka ini akan dinaikan, jadi saya melengkapi berkas untuk beliau-beliau itu," ujar Ahok
Diketahui, dalam kasus ini KPK sudah menetapkan tiga tersangka yakni Anggota DPRD DKI Jakarta yang juga sebelumnya Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M. Sanusi, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, dan pegawai PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro.
Adapun kasus ini berawal ketika KPK menangkap tangan M Sanusi yang diduga menerima uang suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja guna memuluskan pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta.
Ariesman menyuap Sanusi melalui Trinanda dengan uang senilai Rp 2 miliar yang dipecah dalam dua kali pengiriman masing-masing Rp 1 miliar.
Saat pengiriman kedua, KPK menangkap Sanusi dan langsung mengejar Ariesman yang saat itu belum diketahui posisinya. Namun, tak beberapa lama Ariesman pun menyerahkan diri kepada KPK pada Jumat (1/4) pukul 20.00 WIB.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan barang bukti berupa Rp 1 Miliar dan 140 juta. Uang tersebut terdiri atas 11.400 lembar pecahan uang Rp 100 ribu dan uang dollar USD 8.000 yang terbagi atas uang USD 100 sebanyak 80 lembar.
KPK menyangka M. Sanusi dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 KUHPidana.
Sementara itu, Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Terakhir, untuk Trinanda Prihantoro, KPK menyangkakan dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.