REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo berharap pembahasan revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota tidak mengganggu tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak yang sudah dimulai Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Saya kira yang penting itu tidak mengganggu tahapan-tahapan pilkada yang harus dilaksanakan pada Februari 2017. Saya minta kepada KPU untuk silakan menjalankan tahapan itu, paling sekarang ada satu hingga dua masalah yang masih dibahas di DPR," kata Tjahjo usai menghadiri pengukuhan pengurus Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di JIExpo Kemayoran Jakarta, Kamis (5/5).
Dia menjelaskan perdebatan alot di antara anggota Komisi II DPR RI dan tim dari Kemendagri saat ini adalah menyangkut ketentuan status anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Ketentuan yang masih dibahas adalah terkait anggota DPR, DPD dan DPRD tersebut apakah harus mundur atau tidak dari jabatannya pada saat mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah.
"Ada satu hal yang masih alot, yaitu berkaitan dengan keinginan teman-teman di DPR yang meminta anggota DPR, DPD dan DPRD itu sesuai UU MD3 yaitu tidak harus mundur dalam pencalonan; karena mereka tidak seperti anggota TNI, Polri maupun PNS yang harus mundur," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy menilai dalam revisi UU No 8 tahun 2015 tentang Pilkada menghapus diskriminasi terhadap calon kepala daerah untuk membuka kesempatan luas bagi warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan.
Dia menjelaskan dalam UU No 8 tahun 2015 tentang Pilkada diatur mengenai anggota legislatif yang maju sebagai calon kepala daerah harus mundur dari keanggotaan di DPR RI dan DPRD hanya jika setelah ditetapkan KPU sebagai calon kepala daerah.
Sedangkan calon kepala daerah pejawat (incumbent) tidak perlu mundur tapi hanya mengambil cuti saat kampanye, sehingga sejak ditetapkan KPU sebagai calon kepala daerah mereka dapat memanfaatkan jabatannya untuk melakukan kampanye.
"Diskriminasi tersebut adalah soal figur yang maju sebagai calon kepala daerah, mundur atau tidak dari jabatan sebelumnya," katanya.
Komisi II sudah melakukan konsultasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK), dan pimpinan MK menilai UU Pilkada adalah diskriminatif. Oleh karena itu, dalam revisi UU Pilkada Komisi II DPR RI akan menghapus diskriminasi tersebut dengan menghapus aturan anggota legislatif mundur dari keanggotaan di DPR RI dan DPRD.
"Anggota legislatif hanya mundur dari jabatannya di alat kelengkapan dewan, tapi tidak mundur dari keanggotaan," ujarnya.