Senin 02 May 2016 05:30 WIB

Melecut Kebangkitan Umat (Catatan Mengenang Kiai Ali Mustafa Yaqub)

Red: M Akbar
Ali Mustafa Yaqub

Kita telah kehilangan Kiai Mustafa Yaqub. Sebelumnya, kehilangan Habib Mundzir al-Musawa. Dengan jasa beliau, berdiri Majelis Rasulullah. Melalui dakwah lembutnya, almarhum Mundzir bisa menarik para remaja mengikuti pengajian.

Para remaja makin akrab dengan zikir dan shalawat. Majelis ini tersebar tak hanya di Jakarta, tetapi merangsek ke Jawa hingga Kaltim, bahkan juga di kota lainnya. Serupa dengan majelis itu, ada Majelis Nurul Mustafa.

Tiap malam berbondong-bondong orang mendatangi kedua majelis itu. Dari anak sampai orang tua. Terlepas dari kekurangan yang ada, kita patut bangga karena masih ada kelompok yang terus menyiarkan Islam melalui cara dan pola masing-masing.

Tetapi, sejak era Jokowi-Ahok, umat dikagetkan aturan pelarangan takbir keliling, sahur on the road, bahkan di Monas sempat dilarang tabligh akbar. Masya Allah. Padahal, budaya takbir keliling itu untuk syiar dan sudah ada sejak puluhan tahun lalu.

Betapa sakitnya hati umat. Betapa sabarnya kita. Pelbagai alasan konyol, syiar Islam makin dibatasi. Betul memang, masih banyak cara syiar lain. Namun, syiar pun tetap harus menggunakan strategi. Salah satunya menarik umat tanpa keluar dari syariat.

Takbir dan sahur keliling, Majelis Rasulullah, Nurul Mustafa, majelis serupa lainnya, program One Day One Juz atau ODOJ, Tahajud Berantai, Subuh keliling dan lain; membuktikan itu. Kita belajar dari Rasulullah, Sahabat, Wali Songo, dan lainnya.

Rasulullah selalu lembut tapi tegas. Keras terhadap kafir yang menyakiti umat. Rasulullah memaklumi pola sahabat berdakwah dan menyebarkan syiar. Ada yang keras seperti Khalifah Umar dan Abu Dzar, banyak yang lembut seperti Abu Bakar, dan lainnya. Ini perlu diteladani para pengurus masjid dan seluruh aktivis dakwah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement