REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mempertanyakan pengunduran diri secara mendadak Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi.
"Pejabat daerah tidak bisa mundur seenaknya. Harus ada alasan yang tepat, kecuali dia sakit, dia berhalangan tetap, baru dia boleh mengajukan mundur," katanya, Selasa (26/4).
Sebaliknya, lanjut dia, jika pejabat tersebut dalam keadaan normal, sehat, tidak ada masalah apa pun, dan masa baktinya masih berlaku, maka pengundurannya harus disertai alasan yang jelas.
"Walaupun DKI punya otonomi khusus, tetap harus dijelaskan kenapa dia mundur," katanya seusai mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla membuka seminar tentang otonomi daerah.
Ia tidak melihat adanya perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dengan Rustam Effendi menjelang pemilihan kepala daerah di ibu kota.
"Saya melihat, mungkin ada ketidakcocokan antara atasan dan bawahan. Apa pun itu, antara atasan dan bawahan harus cocok. Hanya karena DKI itu khusus yang berhak mengganti, mengajukan, mengusulkan, dan melantik seorang kepala daerah, baik di wilayah Jakarta maupun Pulau Seribu adalah gubernur," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Oleh sebab itu pula, Tjahjo mendorong anggota dan pimpinan DPRD setempat untuk menanyakan pengunduran diri Wali Kota Jakarta Utara.
"Dia mundur karena apa? Kalau masa pensiunnya masih jauh, tidak sakit, tidak berhalangan tetap, maka tidak bisa seenaknya mundur. Dia itu digaji oleh negara untuk bekerja," ujar Mendagri mengulangi pernyataannya.
Kalaupun ternyata Rustam Effendi diminta mundur oleh Gubernur DKI, maka Tjahjo akan menanyakannya kepada yang bersangkutan.
"Karena posisinya sebagai wali kota tentu nanti kami akan tanyakan apa dasar pertimbangan yang bersangkutan diberhentikan, walaupun itu haknya gubernur karena DKI ini khusus. Beda dengan pemda lain yang melalui pilkada. Tapi dia kan ditunjuk oleh gubernur yang punya hak untuk memberhentikan," kata Mendagri.