Selasa 26 Apr 2016 16:22 WIB

Emil Salim Heran Menteri Perindustrian Dorong Industri Rokok

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Achmad Syalaby
Emil Salim
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Emil Salim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan ketua dewan pertimbangan presiden Prof Emil Salim heran dengan perilaku salah satu menteri di Kabinet Kerja. Hal itu terkait Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Peta Jalan (Road Map) Industri Hasil Tembakau (IHT) Tahun 2015-2020.

Emil menegaskan, peraturan menteri tersebut bertolak belakang dengan Peraturan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 serta butir kelima Nawacita, yakni meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

Dalam aturan tersebut, lanjut mantan menteri lingkungan hidup itu, salah satu sasaran pembangunan kesehatan adalah menurunkan prevalensi merokok pada penduduk berusia 18 tahun ke bawah. Angkanya ditargetkan menurun dari 7,2 pada 2013 ke 5,4 pada 2019 mendatang. Dengan demikian, diharapkan ada penurunan sebesar 25 persen dalam lima tahun.

“Yang paling saya sedih, kenapa Menteri Perindustrian ikut mendorong (industri rokok). Padahal, Presiden Jokowi waktu memulai pemerintahannya, secara tegas (menyatakan) turun 25 persen,” ucap Emil Salim di Jakarta Selatan, Selasa (26/4).

Menurut Emil, Permenperin itu sangat aneh karena tidak jujur dalam menyinggung dampak negatif rokok. Dalam //road map// tersebut, produksi sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya mengalami kenaikan di bawah satu persen. Pada 2015 produksi mencapai 77 miliar batang rokok. Sedangkan, pada 2020 angkanya diproyeksi naik menjadi 77,5 miliar batang rokok.

Demikian dengan produksi sigaret kretek mild (SKM Mild). Rokok kretek dihasilkan dengan mesin atau tidak menyerap tenaga kerja cukup tinggi. Pada 2015 jumlah produksinya mencapai 161,8 miliar batang. Kemudian, pada 2020 nanti diproyeksikan mencapai 306,2 miliar batang.

Di tingkat global pun, lanjut Emil Salim, Permenperin itu merusak citra bangsa. Sebab, Indonesia sudah menyatakan berkomitmen terhadap Tujuan-tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals, SDGs) 2016-2030. Salah satu poin SDGs adalah upaya mengekang industri rokok.

“Ini serius, bung! Kalau kita tidak berhasil meyakinkan politisi kita, hancur generasi muda kita. Sebab, jelas-jelas sasarannya (perusahaan-perusahaan rokok) kepada anak muda,” ucap Guru Besar Fakultas Ekonomi UI itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement