REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Polemik reklamasi Teluk Jakarta mendapat kritik dari tokoh lingkungan hidup, Prof Emil Salim. Mantan ketua dewan pertimbangan presiden itu berharap, moratorium atas proyek tersebut menjadi momentum bagi semua pihak terkait untuk merumuskan strategi jangka panjang.
Sejak 18 April lalu, rapat antara pemerintah pusat dan pemprov DKI telah memutuskan penghentian sementara reklamasi Teluk Jakarta. Emil mengaku tak keberatan dengan reklamasi, asalkan pertimbangan uang tidak lebih utama daripada kepentingan lingkungan.
Namun, Guru Besar Fakultas Ekonomi UI itu menyayangkan, reklamasi harus mengambil pasir dan merusak lingkungan di daerah lain. Padahal, reklamasi bisa menjadi solusi untuk mengatasi banjir di Jakarta.
Caranya, lanjut mantan menteri lingkungan hidup itu, pertama-tama tanggul besar penahan air laut (giant sea wall) harus dibangun di Teluk Jakarta. Sehingga, tinggi permukaan air laut menjadi lebih rendah dibandingkan kini.
Dalam kondisi sekarang, kata dia, air dari 13 sungai di Jakarta justru berbalik lagi ke arah darat, sehingga menimbulkan banjir rob. Endapan di sungai-sungai Ibukota pun sudah berlapis-lapis. Maka, 13 sungai tersebut dikeruk. Material hasil pengerukan besar-besaran itu lantas digunakan untuk reklamasi atau membuat pulau-pulau baru di Teluk Jakarta.
“Jangan (ambil pasir) dari Banten. Dengan demikian, sungai (di Jakarta) jadi lebih bagus,” kata Prof Emil Salim di Jakarta, Selasa (26/4).
Material hasil pengerukan 13 sungai Jakarta, menurut Emil, mencukupi untuk membangun lahan-lahan yang bermanfaat di Teluk Jakarta bagi kepentingan publik, bukan semata-mata menguntungkan pemodal swasta.
Baca juga, Sindir Ahok Soal Reklamasi, Menteri Susi Pikirkan Dampak Lingkungan Terlebih Dahulu.
Misalnya, untuk kawasan bandar udara baru, selain Soekarno-Hatta atau Halim Perdanakusumah. Atau, material tadi bisa juga untuk memperluas kawasan pelabuhan Tanjung Priok.
Dia melanjutkan, air asin di Teluk Jakarta perlahan-lahan akan berkurang dan mengalir ke sisi luar tanggul giant sea wall, menuju Laut Jawa. Akhirnya, sisi dalam giant sea wall akan didominasi air tawar, baik yang berasal dari aliran sungai-sungai maupun air hujan. Itu menjadi sumber air bersih bagi seluruh masyarakat Ibukota. Pembangunan pulau-pulau buatan pun, Emil menegaskan, tidak boleh menutup jalur nelayan yang akan mencari ikan.