REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah mengkritik partainya yang dinilai tidak pernah merasa bersalah.
"Partai politik jika tidak pernah merasa bersalah dan tidak pernah mengaku bersalah, ini berbahaya. Partai politik jika selalu merasa benar, ini berbahaya," katanya di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (25/4)
Menurutnya, keputusan rapat Majelis Tahkim PKS yang memutuskan memberhentikan dirinya dari semua tingkatan keanggotaan PKS adalah merampas dan menghilangkan hak seseorang.
Dengan keputusan itu konsekuensinya, Fahri Hamzah diberhentikan dari jabatan wakil ketua DPR RI, dari keanggotaan di DPR RI maupun dari kader PKS. Itu artinya setelah semua keputusan dilaksanakan, maka Fahri tidak memiliki jabatan lagi dan bukan lagi kader PKS.
"Bagaimana mungkin, Majelis Tahkim yang tidak mendapat keabsahan dari Kemenkumham tapi dapat menghilangkan hak seseorang," ujarnya.
Pada kesempatan tersebut, Fahri mengimbau agar pimpinan PKS yang sedang berkuasa untuk sama-sama belajar dan bersikap bijaksana dalam menyikapi setiap persoalan.
"Persoalan itu banyak, tapi semuanya harus disikapi dengan sabar. Kalau PKS tidak pernah merasa bersalah, ini berbahaya," tegasnya.
Fahri juga mengkritik sikap pimpinan PKS yang dinilainya sering melarang dirinya menyampaikan pernyataan-pernyataan politik. Menurut dia, sebagai wakil ketua DPR RI, tugas dirinya antara lain adalah membuat pernyataan.
"Kalau saya terus dilarang membuat pernyataan, maka PKS tidak bisa menjadi partai modern," ucapnya.
Fahri berharap dapat bertemu dengan Presiden PKS Shohibul Iman, pada sidang perdana gugatanya kepada PKS para Rabu mendatang.
Fahri Hamzah mengajukan gugatan hukum atas keputusan DPP PKS yang memberhentikan dirinya dari semua tingkatan keanggotaan di PKS.