Jumat 22 Apr 2016 14:16 WIB

Kemenhub: Permen Baru Bukan untuk Memberangus Taksi Daring

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Angga Indrawan
Sopir taksi melakukan anarkis terhadap pengemudi ojek online di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (22/3). (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Sopir taksi melakukan anarkis terhadap pengemudi ojek online di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (22/3). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto menegaskan terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan No 32 Tahun 2016 yang telah diundangkan 1 April, bukan ditujukan untuk memberangus keberadaan taksi daring (online). Permen No 32 berisi tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek.

Ia ingin mengklarifikasi sejumlah pemberitaan yang menganggap munculnya Permenhub tersebut hanya untuk memberangus taksi daring. "Saya ingin luruskan bukan memberangus tapi kita fasilitasi supaya mereka berjalan dengan benar dan sesuai aturan," ujarnya dalam jumpa pers di Kantor Kemenhub, Jakarta, Jumat (22/4).

Pudji menambahkan, untuk menyelenggarakan angkutan umum tidak dalam trayek seperti yang dilakukan Uber dan Grab, perusahaan wajib mempunyai izin yang dikenakan PNBP, dan juga harus berbentuk badan hukum Indonesia.

"Untuk memperoleh izin, memiliki minimal lima kendaraan yang dibuktikan dengan STNK atas nama perusahaan, memiliki pool, memiliki fasilitas perawatan kendaraan yang dibuktikan dengan dokumen kepemilikan atau perjanjian kerjasama dengan pihak lain," ungkapnya.

Kemudian, perusahaan juga harus mempekerjakan pengemudi dengan SIM Umum sesuai golongan kendaraan serta persyaratan administrasi lainnya berupa akta pendirian, bukti pengesahan sebagai badan hukum, TDP, SITU, surat pernyataan kesanggupan sebagai pemegang izin dan pernyataan kesanggupan menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan.

"Perusahaan angkutan umum dapat menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi baik yang dilakukan secara mandiri atau bekerjasama dengan perusahaan penyedia jasa aplikasi yang berbadan hukum Indonesia," lanjutnya.

Ia menegaskan, perusahaan penyedia jasa aplikasi teknologi informasi yang memberikan layanan reservasi angkutan umum harus bekerja dengan perusahaan angkutan yang telah memiliki izin penyelenggara angkutan. "Dilarang bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum seperti menetapkan tarif dan memungut bayaran, merekrut pengemudi, dan menentukan besaran penghasilan pengemudi," katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement